Lewat Vespa Kopi, Begini Cara Riski Kembangkan Minat Baca

Riski Afrisandi Samsi (22), pemilik usaha vespa kopi (Veskop) saat menyiapkan kopi untuk para pelanggan di depan Gedung Kuliah Bersama (GKB) Universitas Negeri Manado (Unima) Tondano. (Foto: DetikManado.com/Richard Fangohoi)

Tondano, DetikManado.com – Jika anda biasanya menyeruput kopi di kedai, cafe atau warung kopi, kali ini ada tempat berbeda untuk mencobanya. Salah satunya melalui bernama vespa kopi (Veskop).

Bertempat di depan Gedung Kuliah Bersama (GKB), sekitar halaman kampus Universitas Negeri Manado (Unima) Tondano, Riski Afrisandi Samsi (22) menyiapkan kopi di vespa tipe PSTV produksi 1982 miliknya kepada para pelanggan.

Bacaan Lainnya

“Saya mencoba membuat konsep barang klasik dengan kopi,” ujar Riski saat berbincang bersama DetikManado.com, Selasa (14/3/2023).

Ada berbagai jenis kopi khas kedaerahan mulai dari Sulawesi Utara (kopi Kotamobagu), Sulawesi Selatan (kopi Enrekang dan Toraja) hingga Jawa Tengah (kopi Temanggung).

“Kopi daerah ini saya sediakan. Tidak ada yang kopi sachet,” akui Riski yang sering pentas musikalisasi puisi ini.

Lelaki berusia 22 tahun itu mengatakan sejak 2018 atau 5 tahun lalu adalah pertama kali usaha veskopnya dirintis. Inisiatif tersebut muncul saat melihat seorang teman sesama komunitas vespa yang juga memiliki usaha yang sama. Mereka tergabung dalam klub motor vespa bernama BOSS (Brotherhood of Scooters) di Sulut.

Kedua tempat yang dipilih Riski adalah kampus Unima Tondano dan wilayah Boulevard Tondano dengan jadwal yang telah dibuatnya. Pada hari Senin hingga Jumat, veskop akan buka di kampus Unima, sedangkan Sabtu dan Minggu di Boulevard Tondano. Harga kopinya juga terbilang terjangkau mulai harga Rp. 5.000 hingga Rp. 10.000.

“Tidak menutup kemungkinan juga buka di tempat tertentu,” kata Riski.

Untuk melengkapi sajian kopi itu, Riski dibantu sejumlah alat. Mulai dari box (kotak penyimpanan), grinder (alat penggiling), Rok Presso (alat pembuat espresso), filter chemex (alat penyaring), dan kompor gas mini jenis portabel.

Selain itu, Riski juga menyiapkan berbagai buku di atas box veskopnga. Tertata rapi di atas box, para pelanggan bisa melihat beragam buku tersebut bertema sastra, sejarah, bahkan filsafat dan beberapa tema lain.

Menurut Riski, hal tersebut sebagai salah satu upaya mengembangkan minat membaca buku di kalangan masyarakat. Di sisi lain, fungsi buku itu baginya sebagai bahan untuk diskusi dan bertukar pikiran.

Bahkan, seringkali dirinya membuka lapak buku di sekitar usaha veskopnya bersama salah satu komunitas literasi yakni Literasi Minahasa. Kebetulan dalam kelompok ini, dirinya termasuk salah satu anggotanya.

“Saya bawa buku berkisar 30 lebih. Kalau hari-hari biasa palingan 10 buku,” ujar Riski sembari memperlihatkan buku-buku yang dibawa.

Sudah lama Riski menekuni usaha ini, tetapi sering kali ada kendala yang dialami seperti cuaca dan minimnya alat. Dengan menggunakan konsep ruang terbuka, veskop ini belum memiliki payung guna melindungi pelanggan saat hujan. Alat-alat pembuatan kopinya juga masih terbatas dan sederhana, tidak seperti layaknya peralatan di kedai maupun cafe pada umumnya.

Kendati begitu, Riski tetap semangat meneruskan usaha yang telah lama dia rintis ini. Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unima ini juga turut berharap kepada siapa saja yang ingin membuka usaha yang sama agar memiliki keberanian.

“Ada niat dan usaha. Jangan pernah lelah mencoba. Karena gagal itu hal biasa,” imbuh Riski sesaat sebelum membereskan sampah di sekitar veskop miliknya.

Selain veskop yang dihiasi nuansa literasi dan kopi, usaha ini dilakukan Riski guna mencari penghasilan tambahan. (Richard Fangohoi)

Komentar Facebook

Pos terkait