MANADO, DetikManado.com – Pasca pemunguran suara 17 April 2019 lalu, persaingan yang sebelumnya antar sesama partai politik (parpol), tapi kini bergeser menjadi persaingan antar calon legislatif (caleg) sesama parpol.
Peneliti Kepemiluan Unsrat, Ferry Daud Liando, menyebut persaingan antar caleg dalam satu parpol ini dengan sebutan ‘Kanobal’.
“Kanibalisme sulit dicegah pada open list system, karena yang akan terpilih didasarkan suara terbanyak caleg setelah jumlah kursi diperoleh lewat mekanisme penghitungan sainte lague. Saksi parpol akan berubah menjadi saksi caleg,” jelasnya, Sabtu (20/04/2019) siang.
Lanjutnya, saksi parpol yang berubah menjadi saksi caleg ini, bisa saja diam ketika caleg yang didukungnya ketambahan suara.
“Banyak caleg papan bawa yang relah suaranya dipindahkan. Perbuatan curang sesungguhnya agak sulit terjadi, meski peluangnya tetap ada. Sebab semua formulir yang berisi hasil penghitungan suara di TPS bisa disaksikan banyak orang,” ucapnya.
Dosen Fisip Unsrat ini menegaskan, hasil penghitungan suara harus di umumkan PPS, jika tidak maka PPS akan diancam dgn Pidana kurungan paling lama 1 tahun dan Denda paling banyak 12 juta rupiah berdasarkan Pasal 508 UU 7 / 2017.
Dikatakan pula, bahwa di TPS ada pengawas TPS, ada saksi parpol, dimana pengawas dan saksi, selain bisa mendokumentasikan C1 plano, denmga cara memotret, keduanya harus mendapatkan salinan C dan C1 setiap TPS dari KPPS.
Selain pengawas dan saksi, lanjut Liando, pemantau dan peblik juga diijinkan untuk mendokumentasikan C1 plano, dimana C1 ini merupakan bukti otentik dari hasil penghitungan suara di TPS.
“C1 discan di tiap TPS dan datanya masuk ke dalam sistem. Cara ini bisa mencegah terjadinya kecurangan pemilu. C1 yang asli discan langsung hasilnya direkap dan langsung masuk ke server KPU,” jelasnya.
Dijelaskan pula, jika akhirnya terjadi pelanggaran, maka ini (C1, red), menjadi salah satu instrumen bawaslu untuk merekomendasikan Pemungutan Suara Ulang (PSU).
Di pasal 372 ayat 2 huruf d, UU Pemilu bahwa “Pemungutan suara di TPS wajib diulang apabila dari hasil penelitian dan pemeriksaan pengawas TPS, penghitungan suara tidak dilakukan menurut tata cara yang ditetapkan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” tutup Liando. (red)