Manado, DetikManado.com – Steven Mamahit dan keluarganya di Desa Ratatotok, kecamatan Ratatotok, Kabupaten Minahasa Tenggara kini dalam ancaman preman.
Sayangnya berbagai upaya yang dia laporkan kepada aparat kepolisian tidak direspon dengan baik. Alhasil dia mengungkap permasalahan ini, sambil mempertanyakan keadilaan dia sebagai warga Ratatotok, karena merasa terancam.
“Saya sebagai warga Ratatotok kini dalam ancaman, sudah lapor ke kepolisian. namun, tidak ada tanggapan, Malah para preman pun menakut nakuti kami, melewati depan rumah kami dengan membawa senjata tajam,” jelasnya Minggu (17/7/2022).
Menurutnya sejauh ini tidak ada aparat kepolisian yang datang untuk melakukan pemeriksaan di lokasi soal laporannya, bahkan pengamankan pada keluarganya.
“Tidak ada aparat penegak hukum yang datang untuk melihat kejadian ini,” jelasnya.
Steven pun menegaskan sebagai masyarakat biasa dia tidak akan terpengaruh melakukan tindakan-tindakan perlawanan hingga menimbulkan kejahatan pidana ataupun kekacauan dalam kalangan masyarakat.
Namun dia mempercayakan masalah ini kepada penegak hukum.
“Kami hanya berharap bantuan dari aparat penegak hukum untuk menangani kasus kami, agar kami mendapatkan keadilan dan tidak terjadinya kekacauan. Kami juga tidak ada tindakan sekecilpun untuk melawan hukum” jelasnya.
Dia pun heran sampai saat ini lahan perkebunan di Lobongan Minahasa Tenggara milik keluarganya sudah diduduki oleh orang lain, dengan dasar SP3, padahal lahan tersebut sudah dikelolah sudah sejak lama dan diakui pemerintah desa Ratatotok bahwa itu perkebunan Lobongan.
“Lahan kami perkebunan Lobongan di akui pemerintah desa Ratatotok, kami heran saat ini diduduki orang lain. Kami pun sudah buat laporan penyerobotan tanah tapi malah di SP3 oleh kepolisian dengan tidak jelas, dan di biarkan premanisme memasukinya” jelasnya.
Sebelumnya juga dia mengaku polisi sudah melakukan upaya mediasi kedua pihak, dalam mediasi tersebut agar di bagi lahannya dan sebelumnya dalam surat keterangan yang di buat hadapan kepolisian polres mitra, ditekankan tidak ada aktivitas maupun pendudukan lahan sebelum adanya putusan tersebut,. namun keputusan akhir menemukan jalan buntu.
“Masakan pihak kepolisian minta kami berbagi lahan, itukan aneh, itu milik kami, kami tidak mau dan mediasi itu diterangkan untuk tidak ada aktivitas, tapi sekarang mereka beraktivitas di lahan tersebut milik keluarga saya” jelasnya.
Dia pun kecewa sampai saat ini. pihak yang dilaporkannya sudah berkuasa di lahan perkebunannya dan barang-barang di camp miliknya telah di ambil mereka, karena barang tersebut ada pada mereka, tetapi aparat penegak hukum belum juga ada pergerakan.
“Kami merasa kecewa, mereka semua menduduki lahan milik keluarga saya, bahkan pintu camp kami di rusak dan barang-barang kami berupa genset, kabel dan lampu ada pada mereka, itu jelas sudah mencuri namanya.” tandasnya.(Mikhael Labaro)