Manado, DetikManado.com – Sejumlah lembaga seperti Gerakan Cinta Damai Sulut (GCDS), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Manado, Save Sangihe Island (SSI), Yayasan Suara Nurani Minaesa (YSNM), Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ) dan Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Sulut, meluncurkan Film Sangihe Not For Sale, Selasa (17/8/2021).
Peluncuran sekaligus diskusi film karya Audro Chrustofel dan teman-temannya dari Sangihe Documentery Film (SDF) ini dilakukan secara hybrid melalui zoom meeting serta pertemuan langsung di Sekretariat AMSI Sulut, Jalan Elang Raya 3, Kelurahan Malalayang 1 Timur, Kecamatan Malalayang, Kota Manado, Sulut.
Sebelumnya, Audro Cs hendak meluncurkan film secara offline di Sangihe pada Minggu malam (15/8/2021), namun tak diizinkan Polres Sangihe dengan alasan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
“Film ini berdurasi 1 jam lebih dengan pengambilan gambar melalui handphone saja. Ini film dokumenter ketiga yang dibuat Sangihe Documentery Film,” ujar Audro dalam diskusi sebelum pemutaran film yang diikuti sejumlah warga secara hybrid tersebut.
Dia menyebutkan, film Sangihe Not For Sale memotret kondisi terkini masyarakat Sangihe melawan perusahan tambang emas PT Tambang Mas Sangihe (TMS).
“Saya bangunkan teman-teman saya, kalian jangan tidur lama tapi cepat bangun karena daerah kita akan rusak dengan perusahan tambang,” tutur dia.
Menurutnya, yang namanya perusahan tambang pasti akan merusak tatanan hidup masyarakat dan melahirkan berbagai hal negatif lainnya.
Jull Takaliuang dari Save Sangihe Island (SSI), mengapresiasi semangat Audro Cs yang membuat film tersebut. Menurutnya, perjuangan membutuhkan energi yang panjang dan cara-cara kreatif untuk melakukan perlawanan terhadap perusahan tambang yang punya duit besar.
“Salut Sangihe Documentery Film yang berjuang keras melahirkan film ini,” ujar aktivis perempuan Sulut ini.
Takaliuang mengatakan, nantinya film ini akan menjadi media edukasi ketika turun menemui masyarakat di kampung-kampung. Untuk terus menggelorakan perjuangan bersama.
“Sehingga sejengkal pun tanah kita tidak direbut oleh perusahan tambang yang merugikan masyarakat kita sendiri,” imbuhnya.
Ketua AMSI Sulut Agust Hari berharap media memberikan porsi pemberitaan untuk kasus-kasus tambang, termasuk di Sangihe. Peluncuran dan nonton bareng serta diskusi film Sangihe Not For Sale di Sekretariat AMSI Sulut memberi pesan bahwa media ikut bersama memberitakan kasus tambang di Sangihe.
“Sekretariat ini tak hanya tempat berkumpul media dan jurnalis saja untuk pelatihan dan diskusi, tapi memberi ruang bagi masyarakat yang tertindas untuk berekspresi,” kata Agust didampingi Sekretaris AMSI Sulut Supardi Bado.
42 Ribu Hektar Akan Ditambang
Kabupaten Kepulauan Sangihe terletak di ujung utara Indonesia berbatasan dengan Filipina. Atau sekitar 8 jam menggunakan kapal dari Manado, Ibukota Sulawesi Utara. Daerah ini menyimpan potensi kekayaan alam yang melimpah, salah satunya perikanan. Lalu burung endemik dan berbagai hasil pertanian seperti pala dan cengkih.
Sejak kasus ini bergulir, masyarakat kemudian menggugat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) ke PTUN Jakarta akibat mengeluarkan izin seluas 42.000 hektar lahan warga yang akan ditambang di tujuh kecamatan dan 80 desa yang merupakan ruang hidup masyarakat dengan budaya dan adat istiadat, kekerabatan, kebiasaan, nilai sejarah, asal usul, makam leluhur dan makam keluarga. Juga nilai agama, rumah ibadah, sekolah dan ruang mata pencaharian.
Warga mengajukan gugatan hukum atas keputusan Menteri ESDM yang keluar pada 29 Januari 2021 tentang persetujuan peningkatan tahap kegiatan operasi produksi kontrak karya PT Tambang Mas Sangihe. Gugatan diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, akhir Juni lalu.
Sebab, proses perizinan tambang di Pulau Sangihe diduga menyalahi beberapa peraturan UU di Indonesia. Warga kaget karena tak pernah tahu proses izin amdal. Warga menolak tambang dan memilih tetap bertani cengkih, pisang, kelapa dan tanaman lain. Bagi warga, hasil tani dan kebun mencukupi kebutuhan bahkan biaya sekolah anak-anak mereka.
Apalagi Pulau Sangihe termasuk kawasan rawan dan rentan bencana alam. Ada gunung berapi di tengah Pulau Sangihe yaitu Gunung Awu. Pulau Sangihe juga diapit dua gunung api bawah laut yakni Kawio di perairan utara Sangihe, dan Banua Wuku Mahangetang di selatan Sangihe. (joe/ml)