Kotamobagu, DetikManado.com – Pesta pernikahan putri tercinta dari Penjabat (Pj) Wali Kota Dr Drs Hi Asripan Nani MSi pada Sabtu (27/7/2024) rupanya menyisakan kontroversi, sehingga membuat Pemerintah Kota (Pemkot) Kotamobagu harus memberikan penjelasan.
Asisten Administrasi Umum Sekda Kotamobagu, Moch Agung Adati ST MSi selaku penanggung jawab kegiatan tersebut, mengungkapkan, proses pelaksanaan pesta nikah anak dari Pj Wali Kota digelar dengan terlebih dahulu telah melakukan koordinasi, kajian dan pembahasan bersama berbagai instansi teknis, serta tetap mempertimbangkan sisi regulasi yang ada.
Lokasi Rudis Wali Kota yang dikatakan dimanfaatkan sebagai tempat pelaksanaan pesta nikah, menurut Agung perlu untuk diluruskan. “Pesta nikah (anak dari Asripan Nani) itu dilangsungkan di depan rudis, bukan di dalam rudis,” tandasnya.
“Kemudian, seluruh pembiayaan pesta berasal dari uang pribadi Pak Wali Kota. Mulai dari kanopi dan kursi yang digunakan, itu disewa. Makanan yang disajikan semuanya di-katering ke pihak ketiga. Meja makan, peralatan makan, semuanya disewa dengan sistem “angka kotor”,” terang Papa Fatur –sapaan akrab Agung Adati
Sementara untuk beban listrik, lanjut dia, langsung ditangani pihak PLN dengan jaringan listrik yang diambil dari gardu listrik di luar lokasi rudis, dengan sistem “los strom” atau penambahan batas daya untuk waktu tertentu. “Dan ini dibayar ke pihak PLN oleh Pak Wali pribadi,” ungkapnya.
PP 31 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas PP Nomor 40 Tahun 1994 tentang Rumah Negara, yang dijadikan acuan pihak tertentu untuk menyudutkan Pj Wali Kota Asripan Nani, menurut Papa Fatur, tidak secara rinci mengatur tentang pemanfaatan rumah negara, terutama larangan terhadap pemanfaatannya.
“Larangan dalam PP ini adalah menyerahkan sebagian atau seluruh rumah ke pihak lain, mengubah bentuk bangunan dan menggunakan rumah tidak sesuai fungsinya. Penggunaan rumah tidak sesuai fungsinya inilah yang tidak dijelaskan secara lebih rinci. Apakah menggelar pesta nikah di depan rumah dinas masuk sebagai hal yang dilarang atau tidak,” tandasnya.
Untuk penutupan akses jalan depan rudis, ujar dia, jauh hari sebelum pelaksanan pesta telah terlebih dahulu dikoordinasikan dengan pihak terkait. “Anggapan bahwa jalan Ahmad Yani di depan Rudis Wali Kota merupakan jalan nasional juga perlu kami luruskan,” imbuhnya.
“Memang sebelumnya jalan Ahmad Yani sempat masuk sebagai jalan dengan status jalan nasional, tapi status jalan ini telah disesuaikan melalui Keputusan Wali Kota Nomor 376 Tahun 2022 tentang Ruas-Ruas Jalan Menurut Statusnya Sebagai Jalan Kota, dan jalan Ahmad Yani dirubah statusnya menjadi jalan kota,” urai Agung.
Jika statusnya adalah jalan kota, lanjut dia lagi, maka aturan membolehkan untuk menggelar hajat keluarga, tentu dengan memperhatikan ketentuan yang ada. “Mulai dari penyiapan akses jalan alternatif yang bebas hambatan, maupun penyediaan lahan parkir untuk mengantisipasi kemacetan. Ini sudah kami bahas bersama,” ucapnya.
Terkait jalan depan Rudis Wali Kota yang merupakan Kawasan Tertib lalu Lintas (KTL), dibenarkan oleh Agung. Menurutnya ketentuan mengenai inipun sudah dikaji terlebih dahulu oleh instansi terkait.
“Ada dua hal yang dilarang di Kawasan Tertib Lalu Lintas. Pertama larangan berjualan di sepanjang jalur KTL, dan kedua larangan bagi kendaraan truk dan sejenisnya untuk melintas di jalur ini pada waktu tertentu. Jadi cukup jelas hal-hal yang dilarang atau tidak dibolehkan di KTL. Jalan depan Rudis Wali Kota juga adalah kawasan “Car Free Day” yang setiap akhir pekan akan ditutup untuk dimanfaatkan oleh masyarakat Kotamobagu untuk berolahraga,” ujar Agung.
Tudingan terhadap Pak Wali Kota yang dikatakan telah melanggar aturan dan masuk kategori “abuse of power” hanya karena menggelar pesta nikah anaknya, menurut Agung telah berlebihan dan sudah terlalu jauh masuk ke ranah personal.
“Sebenarnya sejak awal Pak Wali hanya akan melaksanakan pesta nikah anaknya di kediaman beliau di Boroko, Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, dan sama sekali tidak berencana untuk menggelar resepsi pernikahan di Kotamobagu,” ujarnya.
Hanya saja atas permintaan dari tokoh-tokoh adat maupun tokoh masyarakat Kotamobagu agar pestanya juga digelar di Kotamobagu. “Akhirnya Pak Wali mengalah dan menyetujui untuk dilaksanakan di Kotamobagu. Rasanya agak berlebihan jika hanya karena menggelar pesta nikah anaknya, dan Pak Wali kemudian dikategorikan telah melakukan “abuse of power”,” pungkasnya.(Nicolaus Paath)