Manado, Detik Manado.com – Pemprov Sulut di bawah kepemimpinan Gubernur Yulius Selvanus dan Wagub J Victor Mailangkay telah memasuki 10 bulan kerja. Bagaimana raport duet Yulius – Viktor uang memasuki setahun memimpin Sulut?
Pembahasan kinerja pemerintahan Sulut Yulius Selvanus dalam 10 bulan setelah dilantik, mengalir ringan dalam sebuah diskusi yang berlangsung Jumat (05/12/2025) di Sekretariat Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Jl Elang Raya, Kecamatan Malalayang, Kota Manado, Sulut.
Inisiator diskusi adalah Forum Kebangsaan Sulut yang baru terbentuk.
Agust Hari dari Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Sulut selaku koordinator acara menghadirkan Staf Khusus Gubernur Bidang Politik dan Kebijakan Dr Fiko Onga serta Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Unsrat Manado, Dr Ferry D Liando SIP MSi. Sedangkan jurnalis Findamorina Muhtar selaku Ketua SIEJ Sulawesi Utara duduk memoderatori diskusi ini.
Menariknya dalam pemaparan pertama, Fiko membuka tabir kinerja Gubernur Yulius yang selama ini tak tersentuh publikasi. Kebijakan-kebijakan yang tidak terekspos, namun sejatinya bergizi tinggi untuk warga Bumi Nyiur Melambai.
Salah satu persoalan yang berani dialirkan Fiko menyoal konsesi pertambangan yang digawangi pemerintahan YSK-Victory, sebutan Yulius Selvanus dan wakilnya Victor Mailangkay. Muara program tambang ini menurut dia adalah kesejahteraan masyarakat.
“Legalitas dalam aturan konsesi pertambangan ini lagi digodok dan kami terlibat dalam tim yang menata aturan ini, sehingga saya bisa pastikan pak Gubernur Sulut mendorong untuk kesejahteraan masyarakat,” kata dia.
Salah satu tindakan krusial Gubernur Sulut untuk menyatakan konsesi tambang khusus dikelola rakyat adalah membatasi lahan pertambangan milik korporasi. Salah satunya ada di Minahasa Utara.
“Beliau minta perusahaan itu menciutkan lahan konsesinya dalam skala besar untuk digunakan sebagai tambang rakyat,” ujar Fiko.
Tapi di sisi yang sama, Yulius Selvanus juga tak membiarkan kawasan tertentu untuk disentuh pertambangan. Salah satunya Pulau Bangka yang juga di Minahasa Utara. Pulau kecil yang sempat digoyang penambang biji besi dari Tiongkok itu hanya bisa digunakan sebagai kawasan wisata.
Dari sektor pertanian, Gubernur Sulut memimpin inisiasi perluasan lahan persawahan terluas dalam sejarah pemerintahan di Sulawesi Utara. Karena menurut Fiko, gubernur selaku kepala daerah memasukan dalam rencana tata ruang wilayah atau RTRW lahan sawah seluas 61.000 Ha.
“Sebelumnya tidak ada yang begini, jadi pak Gubernur ingin kita swasembada, mandiri dari persediaan pangan dan memenuhi kebutuhan masyarakat, mulai tahun depan ada banyak lahan sawah yang dicetak,” jelas dia.
Langkah yang dilakukan menuju swasembada pangan adalah penataan infrastruktur. Ini penting kata Fiko mengingat untuk persediaan beras, Sulut defisit 156.000 ton. Fakta itu tidak mengherankan karena kerusakan irigasi dari pusat dan daerah sudah di titik kritis, 87 hingga 95 persen.
Sementara Dekan Fisip Unsrat Dr Ferry D Liando SIP MSi coba membaca peluang dan tantangan yang akan dihadapi pemerintah daerah ke depan. Dia meminta kepala daerah perlu dinamis dalam tata kelola anggaran. Apalagi menurut dia masih ada rasionalisasi pada dana transfer ke daerah (TkD).
“Karena itu anggaran yang digunakan misalnya untuk proyek fisik harus dikelola semaksimal mungkin dan jangan sampai hasilnya justru tidak bermanfaat untuk masyarakat,” sebut Ferry.
Kekhawatiran lainnya sebagai tantangan adalah mutasi pejabat yang urusannya bisa ditangani pemerintah pusat. Ini dengan catatan banyaknya kasus bermuara hukum yang melibatkan birokrat dalam pemerintahan.
Tapi ada peluang berupa keuntungan bagi daerah saat Ferry menilai afiliasi politik Gubernur dan Presiden yang berada di garis yang sama.
“Saya kira proposal-proposal pembangunan yang disodorkan ke presiden bisa cepat ditanggapi positif karena keduanya satu partai, sementara kepala daerah kabupaten/kota yang tidak terafiliasi justru harus melewati meja gubernur sebelum sampai ke presiden sehingga semuanya bisa terkontrol,” cetus Ferry Liando.
Dia juga menyampaikan, secara objektif memang belum bisa menilai kinerja pemerintahan Yulius Selvanus. Karena apa yang dikerjakan saat ini meneruskan pemerintahan sebelumnya.
“Nanti tahun depan baru kita bisa mengukur kinerja pemerintahan saat ini. Setelah nanti ada RPJMD dan RKPD,” tuturnya.
Sebagai penanggap, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Manado, Satryano Pangkey, menyatakan konsesi pertambangan perlu menghitung berbagai kawasan yang tidak seharusnya dimasukan dalam perencanaan.
“Di Sangihe misalnya, itu sangat berbahaya untuk kelangsung hidup masyarakat dan ekosistem lingkungan,” tegas dia.
Ferley Bonifasius Kaparang, salah satu penggagas Forum Kebangsaan Sulut, turut menanggapi persoalan penegakan hukum. Jangan sampai jejaring yang kini dekat dengan pemerintahan justru yang menghadirkan problem pada komitmen gubernur untuk memberantas korupsi dan praktik kolusi.
“Harus cepat dibaca agar masalah seperti itu tidak terjadi, karena bila dibiarkan dan berlarut ini menjadi benang kusut yang sulit terurai,” sebut Ferley yang juga mantan Direktur LBH Pers Manado ini.
Sedangkan jurnalis Yoseph Ikanubun menyorot proses komunikasi publik yang belum mampu dimaksimalkan instansi teknis. Hal inilah yang membuat banyak kebijakan pro-rakyat sebagai produk langsung gubernur tidak terpantau masyarakat.
“Perkuat tim untuk membangun komunikasi publik sehingga berbagai kebijakan itu bisa terpublikasi,” kata Ahli Pers Dewan Pers ini.
Perlu diketahui, Forum Kebangsaan Sulut adalah sebuah grup diskusi yang baru saja terbentuk pada Desember 2025 ini. Penggagasnya, selain Ferley Kaparang, Satriano Pangkey dan Yoseph Ikanubun dan Agust Hari, juga aktivis buruh Frangky Mantiri, praktisi hukum Mercy Umboh dan beberapa pihak lainnya dari lintas-latar belakang dan organisasi.
“Kita gelar diskusi bulanan yang manfaatnya saling tukar ide dan gagasan untuk kemajuan daerah dan mudah-mudahan hasilnya menjadi input atau rekomendasi kebijakan kepala daerah,” tutur Mercy Umboh. (yos)














