Manado, DetikManado.com – Pesta Paduan Suara Gerejani (Pesparani) Katolik Provinsi Sulut resmi dibuka oleh Gubernur Sulut Mayjen TNI (Purn) Yulius Selvanus pada, Selasa (18/11/2025). Dalam event yang digelar di kantor Gubernur Sulut itu, Direktur Urusan Agama Katolik Kemenag Habeahan menyampaikan sejumlah pesannya.
“Puji syukur ke hadirat Tuhan Yesus
Kristus, karena atas rahmat dan penyelenggaraan-Nya, kita boleh
menyaksikan momen bersejarah ini,” tuturnya mengawali sambutan.
Dia mengatakan, pelaksanaan Pesparani itu adalah momentum tidak hanya pembukaan sebuah festival seni
gerejani. Ini adalah tanda lahirnya sebuah tradisi, sebuah komitmen
bersama untuk merawat kekayaan liturgi, budaya, dan iman Katolik di daerah
ini.
“Atas nama Lembaga Pembinaan dan Pengembangan Pesparani Katolik
Nasional atau LP3KN, saya menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada LP3KD Sulawesi Utara atas kerja keras, ketekunan, dan dedikasi yang luar biasa,” ujarnya.
Dia mengatakan, dirinya hadir membawa dua amanat, sebagai Sekretaris Umum LP3KN dan sebagai Direktur Urusan Agama Katolik. Dua peran yang bertemu pada satu titik yang sama: memastikan bahwa iman tidak hanya ditanam, tetapi
juga dirawat baik dalam liturgi, dalam budaya, dalam suara-suara muda yang
hari ini akan naik ke panggung.
“Pesparani selalu punya wajah khas yakni paduan suara yang mengisi ruang, mazmur yang mengalir pelan seperti doa, dan anak-anak yang belajar mencintai Kitab Suci dengan semangat lomba sekaligus kegembiraan,” ujarnya.
Menerutnya, Pesparani di Sulawesi Utara punya sesuatu yang lain. Ada perjumpaan
iman dan budaya. Kolintang yang dipadukan dengan harmoni gerejani adalah
pengingat bahwa musik liturgi bukan sesuatu yang beku.
“Ia tumbuh, berdialog
dengan tanah yang memelihara umatnya, lalu memantul kembali sebagai
syukur. Di titik inilah Pesparani menemukan maknanya: bukan hanya sebagai kompetisi tetapi juga perayaan hidup, perayaan sukacita,” ujarnya
Sebagai negara yang beragam, Indonesia membutuhkan ruang-ruang di mana perbedaan tidak hanya dirayakan, tetapi ditenun menjadi kekuatan.
Sebagai lembaga negara yang mengampu urusan masyarakat Katolik, dia mengatakan, Ditjen Bimas Katolik Kementerian Agama percaya bahwa kegiatan seperti Pesparani adalah salah satu serat penting dari tenunan itu.
“Di sini, pemerintah daerah, gereja, dan masyarakat berkumpul tanpa sekat. Di sini pula, anak-anak muda Katolik belajar bahwa iman tidak berhenti di
altar, melainkan tumbuh dalam kerja keras menghapal nada, menjaga disiplin
latihan, menghormati lawan, dan menyanyikan syukur bersama-sama,” tuturnya.
Kepada LP3KD Sulawesi Utara, dia menyampaikan satu catatan bahwa keberhasilan hari ini bukan garis akhir, melainkan garis awal. Segera setelah kegiatan ini selesai dilaksanakan, pekerjaan pembinaan harus berjalan terus
baik di paroki, di sekolah, di kelompok koor kecil yang berlatih tanpa banyak
sorotan kamera.
“Pesparani daerah harus menjadi pintu, bukan puncak. Kami di LP3KN siap mendukung perjalanan panjang itu. Begitu pula Ditjen Bimas Katolik, yang terus mendorong agar seni liturgi tumbuh sebagai bagian dari peradaban iman: cerdas, moderat, bersahabat dengan budaya, dan kuat
pada akarnya,” papar dia.
Kepada para peserta, dia menyampaikan satu pesan sederhana:
Bernyanyilah bukan untuk menjadi yang terbaik, tetapi untuk memberi yang
terbaik. Sebab Tuhan tidak menimbang tinggi rendah nada, tetapi kedalaman
niat.
“Dan ketika semua suara bertemu dalam satu harmoni, kita tahu bahwa
gereja ini, dengan segala perbedaan dan kekayaannya, sedang berjalan ke
arah yang benar,” papar Salman Habeahan. (yos)














