Laporan wartawan DetikManado.com Mikael Labaro dari Rantepao, Tana Toraja.
BERBICARA Kopi Toraja tentunya tidak asing lagi di telinga para penikmat kopi. Ya, salah satu produk andalan komoditi Indonesia adalah biji kopi, termasuk yang berasal dari Tana Toraja. Selain memiliki adat istiadat yang begitu dikenal di seluruh dunia, daerah ini juga terkenal dengan biji kopinya.
Salah satu rumah kopi terkenal yang ada di Tana Toraja adalah Lave Coffee, yang tepat berada di jantung kota Rantepao, Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan. Dengan mengusung konsep vintage atau ‘tempo dulu’ cafe ini mendapat tempat di hati penggemar kopi di kota tersebut. “Nama Lave coffee sendiri berasal dari bahasa Norwegia yang berarti Lumbung, dan berdiri tahun 2017. Di sini memang banyak barang antik dan ini milik sendiri, punya nenek yang masih bagus dan ada sebagian yang masih berfungsi seperti telepon,” ujar Erik Allorante, owner Lave Coffee, Kamis (19/09/2019) malam.
Erik begitu dia biasa disapa, merancang rumah kopinya menjadi sebuah tempat yang tenang, tidak terlalu ribut seperti cafe biasanya yang ada live music. Karena dirinya tidak terlalu suka akan suasana yang hingar bingar,yang hanya memutar musik pop dari laptopnya dan lebih memilih fokus berjualan produk kopinya. “Kalau untuk persaingan bisnis rumah kopi di sini, hanya berjalan biasa saja. Pasalnya rata-rata orang di sini lebih memilih minum kopi di rumah mereka masing-masing. Karena sudah memiliki tanaman kopi yang ditanam, dipanen dan diolah sendiri. Hanya mereka yang bekerja di kantoran saja yang biasa ke rumah kopi,” beber Erik.
Dia mengatakan, di Kabupaten Toraja Utara ada beberapa tempat yang merupakan penghasil biji kopi di daerahnya seperti Desa Awan Rantekarua, Sapan, dan Desa Pulu-Pulu, yang paling enak di Tana Toraja. “Untuk jenis kopi yang banyak di Toraja yaitu Arabika, sedangkan kopi jenis Robusta sangat kurang. Karena para petani kopi di sini sudah bekerjasama dengan perusahaan besar, sehingga biji kopi tersebut diambil oleh perusahaan tersebut,” ungkapnya.
Menurut Erik, hal itu sangatlah ironis dikarenakan mereka sebagai pengusaha kecil yang ada di kota tersebut sangat sulit mendapatkan jenis biji kopi itu. “Selain hal tersebut, banyak juga penjual kopi dari luar Toraja yang membawa kopi masuk di sini, kemudian mengatakan itu kopi asli Toraja dan menjualnya kembali kepada pembeli,” sesalnya.
Dia juga bercerita, banyak penduduk lokal sudah kehilangan gairah untuk bercocok tanam kopi. “Masyarakat di sini dulu banyak memang yang bertani kopi untuk membiayai sekolah anak-anak mereka, namun saat sudah berhasil, keinginan orangtua mereka menanam biji kopi sudah tidak ada lagi,” katanya.
Oleh karena itu dirinya sangat menginginkan para petani untuk kembali seperti dulu lagi, saat kebun kopi begitu banyak terdapat di mana saja di daerahnya. “Saya berharap masyarakat lokal untuk bergairah lagi untuk menanam biji kopi, karena itu bisa menopang perekonomian masyarakat itu sendiri,” pungkasnya.
Untuk diketahui Lava Coffee buka setiap hari mulai dari pukul 07.00 Wita sampai dengan pukul 23.00 Wita. Selain menyediakan produk kopi, di cafe ini juga menyediakan makanan dan gorengan antara lain nasi goreng, mie goreng dan juga pisang coklat keju untuk para pengunjungnya. (***)