3 Hal Perlu Disikapi Jika Pilkada Serentak 2020 Ditunda

Ferry Daud Liando. (foto : Istimewa)

Manado, DetikManado.com – Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi II DPR RI, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan Penyelenggara Pemilu dalam hal ini KPU, Bawaslu dan DKPP, Senin (30/03/2020), menyepakati penundaan Pilkada serentak 2020.

Penundaan ini disebabkan karena mewabahnya Virus Corona Covid-19 di berbagai daerah di Indonesia, bahkan secara global di ratusan negara di dunia.

Bacaan Lainnya

Terkait kesepakatan penundaan ini, akademisi dari Falultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Unsrat Manado Dr Daud Ferry Liando MSi menyampaikan pendapatnya.

“Kepastian penudaan Pilkada belum ada. Hasil di DPR kemarin baru kesepakatan politik dari DPR dengan penyelenggara pemilu. Menunda Pilkada itu harus dengan UU baru atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). Namun Ada 3 hal yang memang perlu disikapi jika Pilkada ditunda,” ungkap Liando saat dihubungi DetikManado.com, Selasa (31/03/2020).

Liando mengungkapkan, yang pertama adalah dalam UU Pilkada tidak ditemukan norma penundaan Pilkada atau indikator apa saja sehingga Pilkada itu dapat ditunda. Pasal 120 Ayat (1) UU 1/2015 menyebutkan bahwa, dalam hal sebagian atau seluruh wilayah Pemilihan terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, atau gangguan lainnya yang mengakibatkan sebagian tahapan penyelenggaraan pemilihan tidak dapat dilaksanakan maka dilakukan pemilihan lanjutan.

“Pemilihan lanjutan dimaknai bahwa dalam hal suatu tahapan sedang berjalan namun tahapan tidak bisa dilanjutkan karena keadaan tertentu. Sehingga tahapan bisa dilanjutkan ketika keadaan normal kembali sebagaimana Pasal 122 ayat 1,” ujarnya.

Dia mencontohkan, misalnya dalam hal pemungutan dan penghitungan suara. Sebagian pemilih telah menyatakan suaranya namun tahapan penghitungan suara tidak bisa dilanjutkan karena mendadak terjadi bencana atau kerusuhan. Untuk menyelesaikan tahapan itu maka dilakukan pemilihan lanjutan.

“Kemudian UU Pilkada telah mengatur empat gelombang Pilkada serentak yakni Pilkada 2015, 2017, 2018 dan 2020. Pilkada 2020 adalah Pilkada serentak gelombang terkahir menuju Pilkada serentak nasional tahun 2024,” tandasnya.

Hal kedua, lanjut Liando, bagi calon incumbent atau petahana, menunda Pilkada bukanlah momentum tepat baginya. Jika Pilkada akan dilaksanakan setelah akhir masa jabatan (AMJ) maka jabatan kepala daerah akan digantikan oleh pejabat yang ditunjuk Pemerintah satu level di atasnya.

“Otomatis kekuasaan dan kewenangannya memanfaatkan birokrasi, APBD dan fasilitas bantuan sosial untuk kepentingan politiknya gugur,” ujarnya.

Penundaan ini juga, ujar Liando, berdampak bagi sejumlah bakal calon yang sejak lama telah membiasakan pemilih dengan uang sogokan dengan dalih sedekah atau bantuan kasih. Sebagian bakal calon telah melunasi kewajiban mahar bagi parpol pengusung. Belanja iklan terlanjur terbayarkan, belanja baliho dan menyewa lembaga survei.

Hal ketiga terkait aspek penyelenggaraan. Hampir semua penyelenggara Pilkada telah menerima hibah APBD untuk pembiayaan Pilkada. “Tentu proses penarikan kembali bukanlah perkara mudah,” ujar Liando.

Komentar Facebook

Pos terkait