Manado, DetikManado.com – Tahapan penyusunan daftar pemilih dalam Pilkada tahun 2024 yang sudah memasuki tahapan pencocokan dan penelitian (coklit), yang menjadi salah satu subtahapan dengan kerawanan paling banyak dan tinggi untuk Provinsi Sulut.
Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat dan Hubungan Masyarakat Bawaslu Provinsi Sulut Steffen S Linu SS MAP mengatakan, kerawanan tersebut meliputi beberapa isu yang di antaranya adalah pemilih Tidak Memenuhi Syarat (TMS) tapi terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT).
“Kemudian penduduk potensial tapi tidak memilki E – KTP, pemilih memenuhi syarat tetapi tidak terdaftar dalam DPT, dan pemilih ganda dalam daftar pemilih,” papar Steffen S Linu pada, Rabu (26/6/2024).
Steffen S Linu juga mengungkapkan temuan ketidakpatuhan prosedur Coklit pada Pemilu sebelumnya di Sulut saat pengawasan pelaksanaan Coklit di lapangan yang dilakukan oleh petugas Panitia Pemutakhiran Data Pemilih atau Pantarlih.
Dia mengungkapkan, sebanyak 13 Pantarlih tidak dapat menunjukkan SK Pantarlih. Salinan SK walaupun tidak tertuang secara rinci tapi menjadi dasar untuk memastikan bahwa Pantarlih yang melakukan coklit sesuai dengan SK yang ditetapkan oleh PPS.
“Terdapat Pantarlih yang melakukan coklit tidak sesuai dengan SK. Sebanyak 26 Orang Pantarlih melaksanakan Coklit tidak sesuai dengan jadwal yang ditentukan,” ungkap Steffen S Linu.
Selanjutnya, sebanyak 29 orang Pantarlih tidak mencatat data pemilih yang berubah status dari status prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) atau anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) menjadi status sipil, dibuktikan dengan menunjukan surat keputusan pemberhentian sebagai anggota TNI atau Polri.
“Sebanyak 28 orang Pantarlih, tidak mencoret data pemilih yang telah berubah status dari status sipil menjadi status prajurit TNI dan atau anggota Polri, dibuktikan dengan menunjukan kartu tanda anggota TNI dan/atau Polri,” ujarnya.
Steffen S Linu memaparkan, sebanyak 33 orang Pantarlih, tidak mencoret data pemilih yang belum pernah kawin atau menikah dan belum berumur 17 tahun pada hari pemungutan suara. Pantarlih juga tidak berkoordinasi dengan RT dan RW dalam melaksanakan coklit.
“Sebanyak 29 Pantarlih, tidak dapat berkomunikasi melalui panggilan video atau konferensi video dalam waktu seketika yang memungkinkan Pantarlih dan pemilih untuk saling bertatap muka, berbicara langsung, dan melihat kesuaian wajah dengan foto pada dokumen E-KTP, jika dalam hal keluarga pemilih tidak dapat menunjukan salinan E-KTP,” papar dia.
Dia menambahkan, ketidakpatuhan lainnya adalah, sebanyak 31 orang Pantarlih tidak mencatat dan merekapitulasi hasil kegiatan Coklit ke dalam formulir Model A-Laporan Hasil Coklit. (yos)