Begini Penjelasan Pemerintah Kalasey Dua Soal Rencana Pembangunan Politeknik Pariwisata

Manado,DetikManado.com– Pemerintah Desa Kalasey Dua Kecamatan Mandolang berikan klarifikasi terkait rencana pemerintah membangun Politeknik Pariwisata, Kamis (28/10/2022).

Hal ini terkait dengan penolakan petani soal rencana pembangunan kampus tersebut di lahan garapan petani Desa Kalasey Dua.

Sekretaris Desa Kalasey Dua Yeri Lukas menjelaskan jika pihaknya sudah menerima pemberitahuan dari SK hibah dari Pemprov Sulut untuk pembangunan Poltekpar.

Menurutnya pembangunan belum dilakukan karena masih ada sosialisasi dan mediasi antara masyarakat yang ada di area pembangunan Poltekpar.

“Sampai hari ini memang masyarakat masih menolak, karena lahan yang akan dibangun merupakan sumber hidup dari masyarakat,” terangnya.

Lanjut dia, soal pergantian ganti rugi dari Dinas Pariwisata, dinas Perkim dan dinas lainnya sudah menyampaikan namun sejauh ini belum ketemu komunikasi dengan masyarakat dan tetap menolak.

“Dari Dinas Pariwisata mengatakan bahwa akan ada pergantian ganti rugi,” jelasnya.

Lanjut dia,untuk pembangunan Rumah Sakit Jiwa (RSJ) ada pergantian ganti rugi dari pembangunan unit pertama baik dari pihak kontraktor dan dinas perkim memberikan ganti rugi.

“Bahkan dalam perencanaan untuk pembangunan unit untuk pelayanan penyakit umum kedepan, kurang lebih 1,8 hektar akan ada penambahan unit dan itu pasti berproses seperti pertama. Kalau rumah sakit ada ganti rugi,” ungkapnya.

Sementara itu,Perwakilan Petani Desa Kalasey 2 Denny Tumey menjelaskan masyarakat sebenarnya patuh terhadap hukum karena mereka tidak akan menggangu kerja pemerintah.

Namun berbagai rasa ketidakadilan yang dialami membuat mereka ikut bergejolak.

“Kenapa pemerintah sudah mengambil begitu banyak, dari lahan pertanian kita dan tidak ada ganti rugi, sejak zaman orde baru sampai saat ini. Kini tanah kami di ambil Brimob, Bakamla, RS Jiwa, apakah kami tidak toleransi sebagai masyarakat? jelasnya Kamis (27/10/2022)

Dijelaskannya, saat ini masyarakat  menghidupi lahan produktifitas yang tinggal 20 hektar, sisanya 60 hektar semuanya berbatu dan berjurang.

“Setiap kebijakan pemerintah, seakan kami ini bukan warga negara tidak ada sosialiasi mereka sudah mengambil tindakan keluarkan surat,”jelasnya.

Dia pun menyebut kehidupannya sebagai petani seakan telah dijajah oleh pemerintah.

Komentar Facebook