Disisi lain, menolak proyek akan beresiko berbenturan dengan pemerintah.
“Saya sudah tahu konsekuensinya seperti apa ke depannya. Tapi jika dibiarkan, alam kita semakin rusak. Masyarakat Kota Tomohon sekarang membeli air, satu tong itu, dikenai harga Rp200 ribu, bisa dicek. Kita yang berlimpah sumber air, untuk mengairi pertanian dan semua kebutuhan masyarakat. Apakah ke depannya, kita mau membeli air? Jika tidak mau, berarti kita harus menolak bentuk perusakan di Gunung Soputan,” tegas Brivy.
Atas sikapnya yang kritis, Lestari Bumi Hijau kini menjadi salah satu komisi penilai AMDAL dari Kementerian Lingkungan Hidup.
Sementara itu, Finda Muhtar, selaku koordinator SIEJ Simpul Sulut mengapresiasi kehadiran Lestari Bumi Hijau dalam program NgoPi kalo ini.
Dikatakan Finda, program NgoPi menjadi agenda diskusi rutin SIEJ Simpul Sulut untuk meningkatkan pemahaman terkait isu lingkungan di antara anggota.
“Di SIEJ kami anggotanya dilatih untuk meningkatkan skill serta kapasitas jurnalis untuk peliputan terkait lingkungan. Apalagi isu lingkungan dalam sebuah media, hanya menempati ruang kecil saja. Sehingga lewat diskusi seperti ini, kami berharap bisa menjaga jaringan antara jurnalis dan narasumber terkait isu-isu lingkungan,” jelas Pemred BeritaManado.com ini.
Sambung Finda, program Ngobrol Pintar (NgoPi) SIEJ Simpul Sulut telah dilaksanakan beberapa kali, dengan narasumber yang berbeda, di antaranya Asosiasi Nelayan Tradisional, BKSDA Provinsi Sulut, DLH Provinsi Sulut, dan Anoa Breeding Center.
Finda juga menjelaskan sekilas tentang SIEJ, yang dideklarasikan oleh 45 jurnalis dari berbagai daerah di Indonesia pada 22 April 2006, bertepatan dengan peringatan Hari Bumi di Taman Nasional Leuser, Sumatera Utara.(ml)