Manado, DetikManado.com – Gaung penolakan terhadap rencana pelaksanaan Sidang Majelis Sinode Istimewa (SMSI) Tahun 2021 yang dijadwalkan pelaksanaannya pada tanggal 30-31 Maret mendatang terus disampaikan.
Pendeta, Penatua, Syamas, Pelayan Khusus dan anggota Jemaat GMIM, yang tersebar di Kota Manado, Kota Bitung, Kabupaten Minahasa, Kabupaten Minahasa Tenggara, Kabupaten Minut, Kabupaten Minsel serta Kota Tomohon, yang tergabung dalam Gerakan Peduli GMIM (GPG) menolak pelaksanaan SMSI Tahun 2021 untuk perubahan Tata Gereja GMIM tahun 2016.
Kesepakatan penolakan pelaksanaan SMSI Tahun 2021 disampaikan dalam sebuah petisi pada konfrensi pers launching petisi yang berlangsung di Warong Kobong Jalan Pumorow Manado, Senin (22/02/2021).
Dalam Petisi yang ditujukan kepada Badan Pekerja Majelis Sinode (BPMS) GMIM, MPH-PGI, Gubernur Provinsi Sulut, Pangdam XIII Merdeka, Kapolda Sulut, Ketua DPRD Sulut, Kajati Sulut, Anggota Majelis Sinode pada Sidang Majelis Sinode, Anggota Majelis Sinode pada Sidang Majelis Sinode Tahunan, Sinode AM, Kompolnas, serta seluruh Pelayan Khusus se-GMIM tersebut. GPG menyampaikan 4 tuntutan mendasar yaitu :
1. GPG mendesak agar BPMS GMIM membatalkan rencana pelaksanaan SMSI (Sidang Majelis Sinode GMIM) tahun 2021.
2. GPG mendesak kepada BPMS GMIM untuk tetap melaksanakan keputusan SMS (Sidang Majelis Sinode) ke-79 yang dilaksanakan di Hotel Grand Kawanua Kayuwatu tahun 2018 lalu, untuk menyiapkan revisi tata gereja yang nantinya akan ditetapkan pada tahun 2026 mendatang.
3. Pelaksanaan tata gereja yaitu tata dasar dan peraturan pelaksanaannya harus dilaksanakan secara murni dan konsisten, demi terciptanya keteraturan dalam kehidupan bergereja.
4. GPG meminta kepada Gubernur Sulut Olly Dondokambey, SE dan Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Sulut serta aparat terkait lainnya untuk tidak memberikan ijin penyelenggaraaan SMSI (Sidang Majelis Sinode istimewa) tahun 2021, karena sangat kontra-produktif dengan himbauan Presiden RI Joko Widodo yang secara intens dan masif terus mengsosialisasikan bahaya Covid-19 di seluruh wilayah Indonesia.
Demikian isi petisi untuk penolakan pelaksanaan SMSI Tahun 2021 mendatang.
Sementara itu, mantan Wakil Sekretaris PGI Pendeta Lisye Makisanti mengatakan, keputusan untuk melaksanakan SMSI bukan wewenang ketua wilayah, tapi 2/3 utusan resmi jemaat-jemaat dalam persidangan sinode yang digelar 4 tahunan sekali.
“Bila Sidang Majelis Sinode Tahunan (SMST) merasa ada hal-hal yang perlu diadakan penyesuaian dalam Tata Gereja. Maka SMST berhak mengusulkan diadakan SMSI untuk dipertimbangkan oleh SSI. Dan bila peserta SSI menganggap perlu diadakan SMSI berdasarkan pertimbangan awal SMST. Maka SSI putuskan untuk melakukan SMSI diawali dengan menugaskan bidang APP membuat kajian urai” bebernya.
Menurutnya, draft yang dibuat oleh APP yang telah mulai dikaji oleh BPMS dikirimkan ke seluruh jemaat untuk dikaji, dibahas, bahkan digumuli dalam doa. Bahkan mungkin draft itu ada tambahan-tambahan penyempurnaan oleh jemaat yang kemudian dikompilasi oleh peserta sidang utusan jemaat dan wilayah.