Namun prinsipnya tetap dipertahankan yaitu kebersamaan dalam menanggung atau mengerjakan hal-hal yang baik untuk mendukung lestarinya kehidupan bersama.
Ivan RB Kaunang dari Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado, mengungkapkan, istilah mapalus kelihatannya sederhana, namun berbeda dengan gotong-royong yang biasa. “Mapalus adalah sebuah nilai dan praktik dari pencarian makna kehidupan, yang berproses dalam diri orang Minahasa, kemudian melembaga dalam kehidupan sosial.mapalus kemudian menjadi salah satu pranata kehidupan peradaban orang Minahasa,” ungkap Ivan, Rabu (22/05/2019).
Ivan mengatakan, sebagai suatu nilai, seseorang atau keluarga yang pernah menerima atau mendapatkan palus wajib hukumnya untuk membalas baik dalam bentuk dana dan daya dengan nilai yang sama. “Jika tidak dilakukannya maka ada sangsi moral. Tidak bertanggungjawab atau immoral disandangnya. Dalam kehidupan akan dibenci, disisihkan dalam pergaulan sosial,” ujar Ivan.
Ivan mengungkapkan, mapalus sudah ada dan menjadi tradisi nenek moyang orang Minahasa. Orang mengerjakan tanah garapan, kebun, secara bersama-sama, saling membantu dengan asas kekeluargaan dalam berbagai sendi kehidupan. “Tradisi mapalus hingga saat ini masih dipertahankan,” ujarnya.
Dia menambahkan, melalui mapalus hakikat kemanusiaan orang Minahasa selaras hubungannya dengan lingkungan alamnya, hubungan dan interaksi sesama manusia, terlebih kepada Tuhan. “Mapalus mengangkat harkat dan martabat manusia Minahasa yang berindentitas dan berperadaban tinggi sejak berabad silam,” ujar dosen Jurusan Sejarah ini. (joe)