Mengenang Pertempuran Pasumah dan Angkumang, Pemerintah Kampung Salili Jadikan Situs Budaya

Kapitalau Salili Maria Wiesje Kuheba (tengah), bersama kedua perangkat Kampung Salili. (foto : jack/detikmanado)

Ondong, DetikManado.com – Lokasi pertumpahan darah dua putra mahkota Raja Siau Lokongbanua antara Pasumah dan Angkumang di Kampung Salili Kecamatan Siau Tengah, tepatnya di dusun II dengan nama Liwuadaha akan dijadikan situs budaya oleh pemerintah kampung.

Langkah tersebut untuk mengenang peristiwa perang dua bersaudara yang menelan banyak korban jiwa.

Bacaan Lainnya

Kapitalau Salili Maria Wiesje Kuheba, mengatakan, tahun ini sudah ada dana yang dialokasikan sekira Rp45 juta.

“Dana Rp45 juta diarahkan untuk pembuatan patung Posumah dan Angkumang. Saat ini kami dalam proses pencarian seniman yang bisa membuat patung-patung tersebut,” kata Maria, Rabu (18/9/2024).

Maria menuturkan, meskipun kisahnya banyak diketahui warga, namun untuk lokasinya cuma segelintir orang saja yang mengetahui.

Lokasi pertumpahan darah tersebut ternyata terletak di antara sebagian wilayah dusun I dan dusun II Desa Salili sampai sebagian dusun Desa Beong Kecamatan Siau Tengah.

“Berdasarkan cerita warisan para tetua dinamai Liwuadaha artinya adalah karena banyak darah yang tertumpah pada peperangan tersebut. Ada yang mengartikan Liwuadaha adalah berenang di kolam darah. Ada juga yang mengatakan lautan darah. Intinya semua sama yaitu banyak darah,” terang Kapitalau.

Maria mencoba menceritakan kembali kisah tersebut. Dia menguraikan, kisah berawal ketika Kerajaan Siau dipimpin oleh Raja Lokongbanua sekitar tahun 1510-1545. Raja mempunyai dua orang putra mahkota yakni Pasumah dan Angkumang.

Semasa hidupnya Raja Lokongbanua tidak pernah bertitah secara jelas terkait siapa pewaris tahta kerajaan untuk mengantikannya. Bahkan sampai raja wafat, tidak ada juga wasiat siapa pewaris tahta tersebut.

“Tak pelak, perebutan kekuasaan pun terjadi setelah kematian Raja Lokongbanua. Baik Pasumah maupun Angkumang sama-sama berhasrat ingin menjadi raja. Meskipun Pasumah lebih mudah, dia tidak mau memberikan tahta kepada sang kakak Angkumang,” beber Maria.

Kemudian, lanjut kapitalau, pertikaian kakak beradik pun terjadi. Kala itu, Angkumang memilih berdomisili di Kota Ulu. Adapun Pasumah tinggal di istana di Paseng. Kondisi ini membuat Pasumah sedikit diuntungkan karena memiliki hubungan dekat dengan lingkaran pejabat dan prajurit kerajaan.

“Pasumah pun berhasil menyingkirkan Angkumang dari lingkaran kerajaan. Dengan sakit hati, Angkumang pulang ke Kota Ulu. Akan tetapi, Angkumang memberi peringatan kepada Pasumah bahwa kelak ia akan membalas sakit hatinya,” ucap Kuheba.

Menurut kapitalau, dari kejadian tersebut hubungan kedua kakak beradik berubah menjadi permusuhan. Keduanya sama-sama menggalang kekuatan. Sehingga perang pun tak terelakan.

Puncaknya adalah perang di Desa Salili yang menelan banyak korban meninggal dunia. Darah berceceran di lokasi peperangan ibaratnya lautan darah sehingga dinamakan Liwuadaha.

Perang tersebut dimenangkan oleh Pasumah. Angkumang mengundurkan diri kembali ke Ulu. Kemenangan ini memantapkan Pasumah menaiki tahta menjadi raja.

“Pasumah mengakhiri pertikaian dengan Angkumang, dia mengangkat kakaknya tersebut menjadi Jogugu di Ulu,” pungkas Kapitalau.(jack)

Komentar Facebook

Pos terkait