Sementara itu, keputusan Bank Indonesia yang menaikan suku bunga acuan sebesar 50 bps menjadi 4.75% (konsensus 0.50%) sebagai langkah front loaded, pre emptive dan forward looking untuk menurunkan ekspektasi inflasi yang saat ini terlalu tinggi dan memastikan inflasi inti kembali ke sasaran 3.0% +-1% lebih awal pada 1H23 (sebelumnya 2H23), serta memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah di tengah menguatnya US$ dan ketidakpastian global.
Pertumbuhan kredit September juga masih solid yakni sebesar +11% yoy naik dari sebelumnya +10,62%. Pertumbuhan kredit ini ditopang oleh seluruh jenis kredit (kredit modal kerja, investasi dan konsumsi) serta seluruh sektor ekonomi.
Menariknya, setelah dalam empat minggu berturut-turut asing melakukan aksi jual sebesar Rp7,84 triliun akhirnya pada perdagangan kemarin asing membukukan pembelian bersih sebesar Rp0,5 triliun.
“Dengan pembelian bersih tersebut maka dari awal tahun asing telah membukukan beli bersih Rp62,61 triliun,” tegasnya.
Sentimen positif lainnya yakni solidnya laporan keuangan emiten di 3Q22. Di sepanjang 9M22 BBCA membukukan pendapatan bunga bersih Rp46,1 triliun (+9% yoy) dengan total pendapatan mencapai Rp62,8 triliun (+9% yoy). Laba operasional sebelum pencadangan mencapai Rp39,6 triliun (+9% yoy). Sementara itu laba bersih tumbuh +25% yoy menjadi Rp28,9 triliun.
Terkait harga komoditas minyak kelapa sawit yang berhasil membukukan kenaikan cukup signifikan +4,33%, Mino menegaskan kenaikan harga minyak kelapa sawit tersebut dipicu oleh melemahnya nilai tukar ringgit Malaysia terhadap Dollar Amerika dan kekhawatiran akan gangguan cuaca.
Dari sisi sentimen negatif, kekhawatiran investor terhadap peluang tertekannya ekonomi Amerika seiring keagresifan The Fed dalam menaikan suku bunga acuan paska dirilisnya data inflasi yang masih lebih tinggi dari ekspektasi sempat membuat imbal hasil obligasi pemerintah dengan tenor 10 tahun menyentuh level 4,337% yang merupakan level tertingginya dalam 14 tahun terakhir.