3 Hal Perlu Disikapi Jika Pilkada Serentak 2020 Ditunda

Ferry Daud Liando. (foto : Istimewa)

Lembaga-lembaga ad hoc baik di tingkat kecamatan maupun di tingkat kelurahan/desa sudah terbentuk. Hak-hak administratif lembaga ad hoc harus dipenuhi sepanjang pembatalan atas status mereka tidak dicabut atau dibatalkan.

“Perlu landasan hukum agar benar-benar penudaan Pilkada tidak berkonsekuensi hukum di kemudian hari. UU 10/2016 sebagai dasar hukum Pilkada perlu segera direvisi,” tandasnya.

Bacaan Lainnya

Tiga Mekanisme Revisi UU

Dia menjelaskan, untuk merevisi UU, ada tiga mekanisme yang bisa ditempuh yakni penyusunan UU baru, proses Judicial Review (JR) di Mahkamah Konstitusi dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).

“Jika membentuk UU baru sepertinya sangat sulit. Sebab revisi UU 10/2016 tentang Pilkada tidak masuk dalam paket Program Legislasi Nasional atau Prolegnas tahun 2020 oleh DPR RI,” ujar mantan aktifis Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cabang Manado ini.

Kalaupun UU Pilkada akan terintegrasi dengan UU Pemilu yang kini masuk paket Prolegnas tahun 2020, ujarnya, sepertinya akan sulit karena belum menjadi prioritas politik DPR RI dan sebagian tahapan pilkada 2020 sudah terlanjur berjalan.

Proses JR di MK untuk pasal-pasal tertentu sepertinya bukan sebuah solusi, sebab MK dalam penanganan perkara membutuhkan waktu yang panjang apalagi ruang gerak hakim MK dibatasi karena virus corona.

“Satu-satunya cara efektif adalah Perppu. Perppu adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa,” ujar Liando.

Makna “kegentingan yang memaksa” dalam Pasal 22 ayat (1) UUD 1945 bergantung pada subjektivitas Presiden. Satu-satunya yang bisa menjadi hambatan Presiden adalah persetujuan politik DPR RI.

“Hingga kini belum semua fraksi menyatakan sepakat menunda Pilkada. Fraksi itu adalah fraksi PDIP, Demokrat dan PPP,” tandasnya.

Lian memaparkan, Pasal 22 UUD 1945 menyebutkan bahwa Perppu itu tetap harus mendapat persetujuan DPR. Pasal 52 UU 12/2011 menyebutkan bahwa apabila Perppu tidak mendapat persetujuan DPR dalam rapat paripurna, Perppu tersebut harus dicabut dan harus dinyatakan tidak berlaku.

“Ini beberapa aspek yang perlu diperhatikan, jika memang Pilkada itu ditunda,” pungkasnya. (joe)

Komentar Facebook

Pos terkait