“Berbanding terbalik dengan pengetahuan jurnalis mengenai protokol keamanan, dukungan keamanan dari tempat kerja mendapat indeks rendah. Beberapa indikatornya adalah minim pelatihan keamanan yang diberikan oleh perusahaan media dan minimnya protokol keamanan khusus bagi jurnalis perempuan (untuk melindungi perempuan dari ancaman kekerasan seksual),” ujar Sasmito.
Dalam sesi FGD, jurnalis menyebutkan kebanyakan pelatihan justru mereka dapatkan dari organisasi profesi dari pada perusahaan media tempat mereka bekerja. Walaupun tidak memberikan perlindungan keamanan yang bagus kepada jurnalisnya, ada beberapa indikator dari media yang diberi nilai indeks cukup tinggi. Dua di antaranya adalah memberikan ruang sehingga jurnalis memiliki “hak menolak bila ditugaskan ke wilayah berisiko” dan “monitoring keselamatan jurnalis di lapangan”.
“Kekerasan terhadap jurnalis tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun. Namun, terkadang kurangnya pengetahuan jurnalis dalam melihat risiko keamanan dan minimnya perlindungan perusahaan media membuat dampak kekerasan semakin berat bagi korban,” sebut Sasmito.
AJI Indonesia mengucapkan terima kasih atas dukungan USAID dan Internews sehingga riset Indeks Keselamatan Jurnalis 2022 ini dapat terlaksana. (Yoseph Ikanubun)