Dari penjelasan tiga faktor internal diatas telah menguliti bahasa daerah secara perlahan hari demi hari. Dinamika masyarakat modern saat ini mematikan perkembangan bahasa daerah, bahkan membunuhnya pelan-pelan. Selain faktor internal tersebut, penulis akan menjelaskan juga terkait faktor eksternal yang bertanggung jawab atas pudarnya bahasa daerah ini:
MODERNISASI DAN GLOBALISASI
Kemajuan peradaban yang canggih dan modern telah menciptakan proses globalisasi telah membuat dunia bagai kapung atau desa raksas yang terhubung oleh media komunikasi yang terus mengalami perkembangan.
Kemudian akses komunikasi dan informasi yang diraskan sebagai implikasi dari kemajuan tersebut tak lebih dari benalu yang menggerogoti kesuburan bahasa daerah. Media tersebut tidak lebih daripada “makelar budaya” asing, termasuk bahasa asing, yang menginternalisasikan bahasa asing kepada masyarakat sehingga terbuailah mereka akan kelestarian bahasa daerahnya sendiri, bahasa bangsanya.
EKSISTENSI BAHASA ASING DI INDONESIA
Bahasa asing yang telah ada di tanah air ini sejak masa colonial kian eksis nan lestari. Modernisasi telah menuntut masyarakat untuk menguasai bahasa asing agar dapat berkonsentrasi di dunia internasional, baik dalam aspek pendidikan, bisnis, politis, dan sebagainya.
Memang hal tersebut baik jika dapat mengharumkan nama bangsa kelas, akan tetapi tanpa disadari semakin kita berhasrat dan pandai berbahasa asing, semakin lupa bahkan sudah tidak tau lagi dan bisa jadi kita akan mengacuhkan bahasa daerah sebagai harta bangsa ini.
DOMINASI KULTURAL
Globalisasi telah menyemai benih-benih budaya barat ke berbagai belahan duni sehingga terjadi pertautan antara budaya local dan budaya global. Demikian pula bahasa, bahasa asing yang telah mendominasi kehidupan masyarakat modern telah mengikis kebutuhan masyarakat akan bahasa daerah.
Bahasa daerah dipandang lebih rendah derajatnya dibandingkan bahasa asing (bahasa Ingris, Mandarin, Jerman, Prancis, bahkan bahasa Arab termasuk di dalam hal ini). Mental inlander (pribumi) yang tercipta sejak masa colonial telah mendoktrin masyarakat untuk memandang renah bahasa daerahnya sendiri, identitasnya sendiri.
Pengaruh dominan kultur global, khususnya kultur bahasa asing yang terus disemai ke segala penjuru oleh Negara-negara maju telah mencekik aliran nafas bahasa daerah. Baik faktor internal maupun eksternal, keduanya berdampak fatal bagi kelestarian bahasa daerah.
Semakin sedikit masyarakat khususnya generasi muda yang menggunakan bahasa daerah saat ini, maka jangan berharap anak-cucu kita akan dapat bersapa dengan bahasa luhur daerahnya di masa yang akan datang.
Bukankan bahasa daerah adalah identitas bangsa indonesia? Warisan leluhur bangsa? Kekayaan bangsa kita? Maka, sepatutnya masyarakat khususnya generasi muda Indonesia membuka mata, membuka hati, dan kembali menggunakan bahasa daerah dalam berkomunikasi sehari-sehari. Kalau bukan bangsa ini sendiri yang tergerak melestarikan, tak ada bangsa lain yang sudi melestarikannya.
Tentu tak cukup hanya berbekal tangan masyarakat saja untuk melestarikan bahasa daerah. Kontribusi pemerintas, terutama kemendikbud patut rasanya untuk ambil peran dalam hal ini. Penulis berharap pemerintah dapat mengubah orientasi kurikul pendidikan untuk menyelaraskan antara modernitas dan tradisionalitas, antara bahasa global dan bahasa loka, antara pendidikan dan kebudayaan.
Penulis berharap, Pihak media baik yang berskala lokal maupun nasional juga dapat turut berpartisipasi dalam rangka resosialisasi bahasa daerah. Media-media dapat memberitakan isu-isu terkait pelestarian bahasa daerah, dan keembali menertakan bahasa daerah dalam setiap program unggulannya.
Peran media sangat penting dalam mengubah cara pandang masyarakat untuk tidak terlalu xenosentris terhadap bahasa asing. Diharapkan pula para sastrawan juga dapat ikut berpartisipasi dalam menghidupkan bahasa daerah melalui karya-karyanya agar dapat dinikmati sekaligus memberikan pencerahan kepada masyarakat luas untuk peduli terhadap bahasa daerahnya.
Dengan dukungan dan koorperasi dari berbaga pihak yang merasa “masih” mencintai bahasa daerah, diharapkan harta karun bangsa ini dapat terus lestari. Marilah lestarikan bahasa daerah untuk kembali membumi, kembali lestari, dan terus abadi di tanah bumi pertiwi.
Terakhir penulis mengutip sebuah kalimat dari seorang penulis juga sebagai berikut:
” Kembalikan titah bahasa daerah, bahasa ibumu, warisan bangsamu, ke harkat singgasana yang luhur” – Ivan Sulistiiana
*) Kabid Penelitian, Pengembangan, Pembinaan Anggota dan Organisasi (P3AO) Kerukunan Pelajar Mahasiswa Indonesia Pohuwato (KPMIP)