Oleh: Aslam Rais *)
SAYA kira, kita sudah tidak asing lagi dengan kata Demokrasi. Yah! Menurut Abraham Lincoln, demokrasi adalah sistem yang diselenggarakan rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Dimana demokrasi sebagai sistem yang telah disepakati dalam kehidupan berbangsa dan bernegara patut diapresiasi. Kaum milenial sebagai agent of change dan juga perantara menyampaikan aspirasi rakyat kepada pemerintah untuk memperjuangkan haknya.
Selain itu, demokrasi tentunya membutuhkan kondisi-kondisi awal yang memadai. Misalnya, seperti tingkat perkembangan ekonomi, pengetahuan dan juga ketrampilan politik yang memadai di antara penduduknya, dukungan elite politik terhadap demokrasi.
Pada masa Orde Lama sekitar tahun 1945-1965, negara Indonesia memakai 2 demokrasi yaitu demokrasi terpimpin dan demokrasi parlementer, dan pada masa Orde Lama ini, Indonesia dipimpin oleh presiden Soekarno. Selain itu juga Soekarno memiliki pandangan mengenai demokrasi Indonesia suatu “pemerintahan rakyat”.
Dan lanjut lagi, bagi Soekarno yaitu demokrasi adalah suatu cara dalam membentuk pemerintahan yang memberikan hak kepada rakyat untuk ikut serta dalam proses pemerintahan.
Jadi, dari pendapat Soekarno ini yang saya tangkap yakni Soekarno secara tidak langsung berpendapat demokrasi itu dimana negara melibatkan rakyatnya untuk menjalankan dan mengatur suatu pemerintahan, jadi rakyat memiliki hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan pemerintahan.
Kemudian saya sedikit menjelaskan tentang masa demokrasi Pancasila pada masa Orde Baru. Pada masa Orde Baru ini, selama 32 tahun dipimpin oleh presiden Soeharto. Pada masa ini, Korupsi malah berkembang pesat dan juga saat pemilu 6 kali berturut-turut tetap Soeharto yang terpilih menjadi Presiden.
Di Era Reformasi, Soeharto membuat kebijakan dalam menjalankan pemerintahannya yang mengalami berbagai problematika masyarakat. Salah satu contohnya yaitu masalah Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang ditandai dengan adanya pilih kasih di antara Soeharto dan rakyat yang lain, karena beliau melakukan bisnis hanya dengan orang terdekatnya saja. Sehingga berdampak negatif kepada masyarakat pada umumnya. Hal itu yang menyebabkan banyak aksi dan demonstrasi terjadi oleh kaum milenial. Setelah saya membaca dari berbagai sumber, ternyata alasan kaum milenial menjalankan aksi dengan harap meniadakan tindakan menyeleweng dari kepentingan nasional.
Kemudian saya kaitkan dengan buku “Ilmu Negara” yang ditulis oleh Kris Wijoyo Soepandji, dapat dijelaskan bahwa generasi milenial dianjurkan untuk memahami ilmu geopolitik, karena ilmu tersebut mencakup berbagai hal, di antaranya letak strategis, sejarah, dan cita-cita suatu negara khususnya negara yang ia tinggali.
Geopolitik untuk generasi milenial membantu kita memahami situasi yang sedang terjadi dan menghindari dari permainan dinamika geopolitik. Jadi dengan mempelajari geopolitik ini, generasi milenial dapat mengetahui posisi atau penggunaan politik dalam suatu wilayah.
Selain buku di atas, ada juga buku “Dari Pemungutan Suara Ke Pertumpahan Darah” yang ditulis oleh Jack Snyder berhubungan dengan pembahasan yang telah dibahas sebelumnya atau saling berkaitan. Dalam buku ini dari sudut pandang generasi milenial dalam memperjuangkan sistem demokrasi yang adil dan menimbulkan suatu peristiwa sejarah misalnya, seperti mahasiswa yang turun ke jalan untuk memperjuangkan suara rakyat. Dan hal itu terkadang menimbulkan emosi berujung konflik dan berakhir dengan pertumpahan darah. Hal itu tidak mungkin terjadi jika tidak ada api yang menimbulkan asap.
Dan dalam buku ini juga, terdapat konflik dimana paham nasionalisme yang masih kental dalam suatu kelompok atau kubu yang dipaksa mengadopsi paham demokrasi terlalu cepat sehingga yang terjadi adalah hal yang diluar dugaan yaitu konflik berkepanjangan. Selain itu mengajarkan bahwa paham demokrasi harus disesuaikan dengan perkembangan zaman sehingga generasi milenial dapat mengerti dan dapat ikut berpartisipasi dalam memajukan bangsa Indonesia.
Dalam buku tersebut juga dijelaskan bahwa negara Indonesia berada dalam demokrasi tanggung atau belum mencapai titik demokrasi. Maksudnya lembaga pemerintah di Indonesia masih belum kuat untuk menangani masalah atau kekacauan yang mungkin terjadi, akibat kurangnya pemahaman dalam berdemokrasi.
Contohnya peristiwa yang sekarang ini yaitu seperti memberi aspirasi, namun seringkali diabaikan oleh golongan elite. Selain itu beberapa bulan lalu ada peristiwa dimana RKUHP diubah dengan mengatasnamakan karya anak bangsa namun nyatanya merugikan bangsa. Pers juga merasakan dampak dari diubahnya peraturan RKUHP yaitu jika pers mengkritik pemerintah maka ancaman penjara akan berlaku, itu artinya pemerintah secara tidak langsung menolak kritikan dari masyarakat atau rakyat Indonesia.
Selain beberapa peristiwa di atas yang sekarang kita sedang hadapi ini mengenai pro dan kontra terhadap UU Cipta kerja, atau dalam kata lain Omnibus Law yang baru saja disahkan oleh DPR-RI.
Dalam peristiwa ini, generasi milenial atau mahasiswa membuktikan kepeduliannya terhadap masa depan bangsa dengan menyuarakan protesnya lewat aksi besar-besaran hingga DPR dan pemerintah tak sedikit pun mendengarkan suara rakyat lewat generasi milenial atau mahasiswa.
Dalam buku “Jerussalem In The Qur’an” yang ditulis oleh Imran N. Hosein, jika saya kaitkan dengan beberapa penjelasan sebelumnya, menurut saya setelah membaca buku ini ternyata kekuasaan yang sedang berlangsung ataupun yang sedang diperebutkan saat ini tidak akan ada gunanya saat fase-fase terakhir. Karena fase terakhir kekuasaan akan kembali kepada hukum yang absolut atau tetap tunduk kepada hukum yang absolut.
*) Penulis merupakan Kabid Penelitian, Pengembangan, Pembinaan Anggota dan Organisasi (P3AO) Kerukunan Pelajar dan Mahasiswa Indonesia Pohuwato (KPMIP) Cabang Sulawesi Utara