Selain itu, lanjutnya, masyarakat juga suka menghamburkan sampah rumah tangga di pinggir jalan, bahkan di depan rumah orang.
“Sekitar pukul 20.00 wita, kita sudah bisa melihat kantong-kantong plastik sampah tergeletak di sana sini dan nanti diangkat pagi hari bahkan beberapa hari kemudian sehingga yang terjadi adalah bau sampah menyegat bisa dicium warga yang bisa saja bau ini jadi sumber penyakit di lingkungan,” jelasnya.
Sementara itu, fasilitas tempat sampah beton permanen yang sudah ada dibongkar dan diratakan, dan hingga kini pihak berwenang tidak menyediakan tempat sampah portabel di lokasi-lokasi strategis.
“Ini juga menumbuhkan profesi pemulung semakin bertambah, ironisnya para pemulung dadakan ini memulung sampah-sampah masyarakat yang dihamburkan dipinggir jalan yang ada, sehingga sampah yang harusnya terbungkus dalam kantong plastik, dirobek begitu saja dan berhamburan di jalan,” terang Atoe.
Berkaitan dengan sampah, pria yang juga berprofesi sebagai arsitek tersebut, mengusulkan pemerintah Kota kaji ulang sistem pengelolaan sampah berbasis kecamatan, penyediaan fasilitas pembuangan sampah yang memadai.
Selain itu, untuk mengurangi sampah ke TPA, maka masyarakat harus diedukasi tentang pemilahan sampah, supaya selain mengurangi debit sampah ke TPA juga bisa meningkatkan ekonomi masyarakat dengan menjual sampah-sampauh plastik, kertas, ligam dan lain-lain. (red)