Koperasi CELLS Manado Usul Tinjau Kembali Sistem Pengelolaan Sampah Berbasis Kecamatan di Manado

Masyarakat membuang sampah di tepi jalan (foto : dok)

MANADO, DetikManado.com – Masuknya Manado sebagai 10 kota terkotor yang diumumkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ( KLHK), dalam penilaian Adipura 2018 yang dimumkan 14 Januari 2019 lalu, menuai perhatian warga Kota ini.

Menurut Ketua Koperasi Bank Sampah Celebes Energi Lestari (CELLS MANADO), Joslly FD Sasauw, kepada DetikManado.com, Kamis (31/01/2019), mengatakan sejauh ini Tempat Pemrosesan Akhir (TPA), Kota Manado, masih menggunakan sistem open dumping yang sudah tidak diperbolekan oleh Undang-undang.

“Seharusnya sistem Sanitary landfill atau minimal controlled landfill,” jelas Sasauw.

Sasauw juga mempertanyakan apakah masalah sampah nanti akan terselesaikan setelah sistem pengolahan TPA sudah seperti yg diamanatkan UU.

Sampah hanya diletakan di tepi jalan (foto : dok)

Menurut pria yang akrab disapa Atoe, selama ini semenjak pengelolaan sampah berbasis kecamatan dijalankan tanpa melalui proses ujicoba dan dikaji baik-baik, justru kita mengalami degradasi dari istilah kota bersih dan menjadi kota kotor.

“Ini bisa kita amati keadaan lingkungan kita sehari-hari, dimana masyarakat membuang sampah sembarangan saja, yang penting bisa dilewat roda 3 pasukan kebersihan dengan batasan waktu pembuangan,” tutur Sasauw.

Selain itu, lanjutnya, masyarakat juga suka menghamburkan sampah rumah tangga di pinggir jalan, bahkan di depan rumah orang.

“Sekitar pukul 20.00 wita, kita sudah bisa melihat kantong-kantong plastik sampah tergeletak di sana sini dan nanti diangkat pagi hari bahkan beberapa hari kemudian sehingga yang terjadi adalah bau sampah menyegat bisa dicium warga yang bisa saja bau ini jadi sumber penyakit di lingkungan,” jelasnya.

Sementara itu, fasilitas tempat sampah beton permanen yang sudah ada dibongkar dan diratakan, dan hingga kini pihak berwenang tidak menyediakan tempat sampah portabel di lokasi-lokasi strategis.

“Ini juga menumbuhkan profesi pemulung semakin bertambah, ironisnya para pemulung dadakan ini memulung sampah-sampah masyarakat yang dihamburkan dipinggir jalan yang ada, sehingga sampah yang harusnya terbungkus dalam kantong plastik, dirobek begitu saja dan berhamburan di jalan,” terang Atoe.

Berkaitan dengan sampah, pria yang juga berprofesi sebagai arsitek tersebut, mengusulkan pemerintah Kota kaji ulang sistem pengelolaan sampah berbasis kecamatan, penyediaan fasilitas pembuangan sampah yang memadai.

Selain itu, untuk mengurangi sampah ke TPA, maka masyarakat harus diedukasi tentang pemilahan sampah, supaya selain mengurangi debit sampah ke TPA juga bisa meningkatkan ekonomi masyarakat dengan menjual sampah-sampauh plastik, kertas, ligam dan lain-lain. (red)


Pos terkait