Tantangan yang dihadapi selama pandemi menunjukkan betapa pentingnya memulai jalan baru solidaritas. Oleh karena itu, sangat penting untuk menjaga di garis depan hati dan pikiran kita, mereka yang hidup di pinggiran pasar tenaga kerja saat terlibat dalam diskusi politik tentang keadilan sosial.
Paus mengatakan, yang juga penting di sini, adalah melibatkan mereka yang terpinggirkan sebagai peserta aktif dalam mencapai perdamaian yang lebih terjamin dalam masyarakat. Dengan menemukan cara keadilan sosial dapat membantu mengatasi penyebab kemiskinan, seperti: ketidaksetaraan, pengangguran, kurangnya perumahan, atau pengingkaran hak-hak sosial dan buruh.
“Ini berarti melihat melampaui indikator ekonomi dan sosial saja,” ujarnya.
Paus menekankan bahwa upaya untuk membedakan dan menerapkan keadilan sosial harus bertumpu pada tiga landasan yakni martabat manusia, solidaritas, dan subsidiaritas.
Penghormatan terhadap martabat manusia yang diberikan Tuhan kepada setiap orang menuntut perlindungan atas hak-hak fundamental dan kesejahteraan semua individu. Termasuk kebutuhan fisik, emosional, dan spiritual mereka sejak pembuahan hingga kematian alami.
Solidaritas menekankan keterkaitan dan saling ketergantungan dari semua, menggambarkannya sebagai bahan untuk hubungan otentik dan panggilan tanggung jawab untuk saling memperhatikan, terutama bagi mereka yang terpinggirkan, rentan, atau mengalami ketidakadilan.
“Kita perlu mendampingi dan mengadvokasi mereka yang menghadapi diskriminasi, kemiskinan, kekerasan, atau ketidakadilan,” ujarnya.
Terakhir, perhatian pada subsidiaritas dapat membantu mengarahkan distribusi kekuasaan dan pengambilan keputusan yang tepat. Institusi atau otoritas yang lebih besar dapat memberikan dukungan menyeluruh bila diperlukan.
“Sementara individu dan komunitas lokal memiliki kebebasan untuk membuat keputusan yang memengaruhi kehidupan mereka,” ujarnya.
Keseimbangan ini dapat menghindari konsentrasi kekuasaan yang berlebihan dan mendukung pemberdayaan dan partisipasi individu dan komunitas untuk menentukan nasib mereka sendiri. (Yoseph Ikanubun)