Oleh: Abdul K Tulusang (Peneliti Pemilu)
HAK pilih merupakan keniscayaan bagi setiap warga negara siapapun itu, hak pilih warga negara berhak pilih dengan disabilitas psikososial wajib dijamin oleh negara dan penyelenggara pemilu. Syarat untuk terdata sebagai pemilih hanya berusia 17 tahun, dan atau sudah pernah menikah, tak ada syarat sedang tidak terganggu jiwa/ingatan, sebagai mana tertuang dalam UU Pemilu.
Semua warga negara yang punya hak pilih harus didata tanpa kecuali, persoalan mereka nanti bisa menggunakan hak pilihnya atau akan mencoblos atau tidak adalah persoalan berbeda. Lain lagi dengan UU Pilkada, syarat untuk terdata sebagai pemilih hanya usia dan sudah pernah menikah saja.
Tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa “terganggu jiwa/ingatannya” tidak dimaknai sebagai “mengalami gangguan jiwa dan/atau gangguan ingatan permanen yang menurut profesional bidang kesehatan jiwa telah menghilangkan kemampuan seseorang untuk memilih dalam pemilihan umum”. Putusan tersebut bermakna, sepanjang tidak ada surat keterangan dari profesional yang menyatakan seorang warga negara dengan disabilitas psikososial tidak mampu memilih, maka yang bersangkutan wajib didata di dalam daftar pemilih. Sebagai mana Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.135/PUU-XIII/2015 yang menyatakan bahwa Pasal 57 ayat (3) huruf a UU No.8/2015.