JAKARTA, DetikManado.Com – Orang dengan gangguan jiwa, alias orang gila atau disabilitas mental bakal diperbolehkan nyoblos pada pemilu nanti, menuai pro dan kontrak, pasalnya, mereka akan masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) .
Peneliti Pemilu, Abdul K Tulusang, Minggu (25/11/2018), kepada DetikManado.Com, menyampaikan bahwa pada dasarnya, semua orang mempunyai hak yang sama termasuk Orang gila, atau disebut disabilitas mental didata ke dalam daftar pemilih. Akan tetapi, pendataan dilakukan bertanya kepada keluarga, atau dokter, atau tenaga medis yang merawat, bagi disabilitas mental yang pada saat pendataan sedang “tak sehat”. dengan demikian, hanya disabilitas mental yang berada di rumah kumpul keluarga atau sedang dirawat di rumah sakit jiwa dan panti yang dapat didata.
Bagi Abdul, secara hukum, Orang gila atau disebut disabilitas mental tidak dapat melakukan tindakan hukum sehingga tak dapat dimintai pertanggungjawaban. Hukum memperlakukan Orang gila sama dengan anak di bawah umur, yakni dianggap belum dewasa atau tidak cakap melakukan tindakan hukum, sehingga membutuhkan pengampuan oleh wali atau keluarga berusia dewasa atau cakap secara hukum.
Sebagimana kerangka hukum tersebut, seharusnya menerapkan kebijakan pada tahap pemungutan suara bahwa hak pilih bagi disabilitas mental dapat digunakan sesuai dengan rekomendasi dokter. Jika dokter menyatakan yang bersangkutan mampu memilih, maka hak pilih dapat digunakan atau diberikan surat suara.
“Penggunaan hak pilih pada hari Pemungutan suara sesuai dengan rekomendasi dokter yang merawatnya. Sebab hubungan hukum adalah hubungan pertanggungjawaban. Itulah alasan dalam hal penggunaan hak pilih, orang gila (disabilitas mental), harus ada penjamin oleh pihak yang punya otoritas seperti dokter, bahwa yang bersangkutan pada hari pemungutan suata sedang waras dan karenanya yang bersangkutan cakap melakukan tindakan hukum untuk memilih,” jelas Tulusang.
Lebih lanjut, pria asal Kawanua ini menegaskan, tidak ada larangan bagi disabilitas mental untuk terdata di dalam daftar pemilih. Oleh karena itu, pemilih dengan disabilitas mental memang sudah seharusnya terdata di daftar pemilih. Sebagaimana dalam UU No. 48 Tahun 2009, UU No.8 Tahun 2012, dan UU No.7 Tahun 2017. (dm/red)