Lebih fatal lagi, alat-alat berat itu menggunakan BBM subsidi. Nelayan dan warga antri akibat angkanya BBM subsidi. Tapi bagi pelaku tambang ilegal BBM subsidi lancar-jaya digunakan. Semen yang dipakai mengekstraksi emas seketika harganya melambung tinggi dari S0 ribuan menjadi hampir Rp. 100.000 per kantong di Sangihe. Warga tak berdosa bicara takut makan ikan dari perairan tersebut karena kontaminasi limbah bahan beracun berbahaya (B3) akibat ilegal mining. ASOP sebagai BUMN, tampak gembira memprioritaskan angkutan alat-alat berat excavator dan sianida (CN) milik pelaku ilegal mining, mencari pendapatan sebanyakbanyaknya dari uang kecil tambang ilegal. Akibatnya mobil-mobil warga yang hendak diseberangkan wajib menunggu berhari-hari demi mendapatkan fasiltas kapal feri. Maka perlu kami simpulkan sekarang bahwa kerakusan mafia tambang adalah tidak terbatas dalam menggerogoti nilai-nilai kemanusiaan. Satu-satunya solusi adalah penegakan hukum.
Tetapi sedang di rimba raya “sombar” manakah APH kita? Menurut hukum, omission atau pembiaran adalah perbuatan melawan hukum. Apakah pajak yang kita setorkan ke negara digunakan oleh APH hanya untuk menambah pendapatan dari remah-remah tambang ilegal? Ataukah ini disebabkan oleh bro komandan malah aktor utama pelaku tambang ilegal demi menikmati keuntungan sebesar-besarnya demi tambah buncit perutnya?
Dan sedang berbuat apakah si PT TMS yang tampak frustrasi karena putusan Mahkamah Agung membatalkan ijin mereka? Ternyata, PT TMS dalam rilisnya yang terakhir sepakat mengalihkan hak pengelolaan tambang mereka kepada CV. Mahamu Hebat Sejahtera, yang disebut sebagai kontraktor, TMS bilang yang akan mengelola konsesi mereka adalah masyarakat lokal dan merupakan keluarga yang memiliki kuasa secara politik di pulau Sangihe, dan telah memiliki pengalaman melakukan pertambangan secara legal. Ternyata yang dimaksud memiliki pengalaman melakukan tambang secara ilegal patut diduga mantan napi ilegal mining. Ini harus dituduh pembohongan publik. Karena dengan dibatalkannya Izin Operasi Produksi PT TMS, maka saat ini tidak ada satu pun perusahaan di pulau Sangihe yang memiliki izin tambang emas. Yang ada adalah pertambangan ilegal yang memang dilakukan oleh oknum-oknum yang memiliki pengaruh secara politik di pulau Sangihe. Karena itu SSI sebagai masyarakat yang taat hukum, sedang mempertimbangkan digugatnya PT TMS oleh penyalahgunaan Kontrak Karya PT TMS karena bekerja-sama dengan para pelaku tambang ilegal untuk mengoperasikan kawasan konsesinya secara tanpa izin di wilayah Kupa Manganitu Selatan serta Entanah Mahamu di desa Bowone Tabukan Selatan Tengah.
Saat ini, kondisi Entanah Mahamu yang tepat berada di teluk Binebas telah digunduli bahkan digali dengan luasan luka yang serius. Pantai keruh. Bukit-bukit hijau yang sebelumnya menjadi ciri khas kawasan ini telah berubah menjadi kawasan tandus kecoklatan, dengan hanya diisi oleh puluhan excavator milik para perampok kekayaan alam pulau Sangihe.
Seluruh kajian ilmiah tentang good bye perikanan, pertanian dan pariwisata kajian sosiologisantropologis tentang etnis Sangihe akan menjadi mantan-orang-Sangihe, kajian hukum tentang pelanggaran menambang oleh aturan hukum Pulau Kecil, dan pendapat masyarakat umum tentang kekuatiran tampak sudah dan sedang berlangsung sekarang. Terjadi paralel dengan kekaburan hukum di tangan APH tercinta kita, sekabur perairan Teluk Binebase di bagian Selatan Pulau Sangihe.
Dikandangkannya beberapa aktor tambang ilegal oleh Bareskrim Polri, dan diusutnya keterlibatan sejumlah oknum polisi Polres Sangihe oleh PAMINAL Mabes Polri pada awal bulan Juli — Agustus 2023, terbukti bukan menghentikan operasi tambang ilegal, melainkan memicu semakin massifnya operasi tambang ilegal di Sangihe. Ini sungguh tidak logis, dan dapat dikatakan menghina nalar serta kewarasan. Tentu saja wajar bagi SSI untuk bertanya, apakah penegakan hukum oleh Polri tersebut memang sungguh-sungguh dilakukan demi hukum, ataukah hanya sekedar tindakan untuk mengisi ruang kosong etalase kerja guna diproklamirkan polisi sudah bekerja optimal atau PRESISI?
Maka tidaklah berlebihan, sekarang kita menakar kerakusan tambang mas ilegal di Sangihe sembari mempertanyakan, lagi ngapain bro APH serta guo vadis Dominee APH? ***