“Dalam Katolik ada nama baptis, Bataha Santiago ini seorang penganut Katolik. Ayah dari Santiago punya kedekatan dengan Bangsa Spanyol dibandingkan dengan VOC Belanda,” katanya.
Karena itulah maka Kerajaan Manganitu di Kepulauan Sangihe ketika itu menjalin kedekatan dengan Spanyol dibanding VOC yang memonopoli perdagangan.
Dalam catatan sejarah, Santiago pernah kuliah di Manila Filipina dengan dukungan dari Bangsa Spanyol, karena sebagai keturunan raja, dia harus memiliki pendidikan yang memadai.
“Perjuangan Bataha Santiago dimulai pada 1670 ketika menjadi raja di Kerajaan Manganitu menggantikan ayahnya, Tongkoliu,” tuturnya.
Sebagai anak sulung, tahta kerajaan diberikan kepada Santiago, dan Santiago memiliki karakter seperti ayahnya, yaitu pemberani, taat pada agama, pantang menyerah, dan berpikir dewasa.
“Pada saat VOC Belanda masuk, dibawa salah satu sultan dari Ternate untuk menjalin kontrak dagang, Santiago menolaknya,” tutur Veronika.
Dengan dasar pendidikannya, Santiago mengetahui bahwa tindakan tersebut memiliki risiko, meskipun beberapa kali diajak diskusi, tetapi Santiago selalu menolak. Karena kedaulatan kekuasaannya terancam.
“Akhirnya terjadilah perang melawan VOC Belanda selama kurang lebih 5 bulan. Selama pertempuran, Santiago selalu paling depan untuk melawan mereka,” ungkap dia.
Sosok kepahlawanan ditunjukan Santiago dengan selalu tampil paling depan, meski seorang raja, dan memimpin pasukan menyerang penjajah. Walau persenjataan mereka terbatas, hal itu tidak membuat nyali Santiago dan pasukannya melemah.
“Santiago beberapa kali coba dibunuh, tetapi tidak mati, sehingga kepalanya harus dipenggal,” ujarnya.
Veronica mengatakan, kepala Santiago dipenggal agar bisa mati. Kepala itu kemudian dipisahkan dengan badannya.
“Jadi dikubur terpisah. Kepala di Filipina, dan badan di Karatung, Kepulauan Sangihe,” tutur Veronika.
Suara adzan magrid dari sebuah masjid di Kelurahan Teling Bawah bergema. Veronika mengakhiri kisahnya tentang Bataha Santiago.
“Jika ingin tahu lebih lengkap tentang Bataha Santiago, bisa membaca skripsi ini,” ujar Veronika. (Yoseph Ikanubun)