Nasib WNI Asal Sulut, 6 Bulan Ditahan di Davao Filipina

WNI asal Sulut yang ditahan di Imigrasi Davao City, Suparlan Mokoginta (duduk pakai kaos hijau).

Manado, DetikManado.com – Suparlan Mokoginta (32), warga Desa Bilalang III, kecamatan Bilalang, Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong), Sulawesi Utara (Sulut), sempat menarik perhatian publik karena pria dua anak ini dikabarkan sudah 6 bulan ditahan oleh otoritas Philipina tanpa status yang jelas.

Reporter DetikManado.com berhasil mewawancarai Arlan sapaan akrab Suparlan Mokoginta, Minggu (18/08/2019) dari Philipina.

Bacaan Lainnya

Menurut Arlan, ketika dirinya menjadi berita utama di sejumlah media lokal dan nasional pada 5 Agustus 2019 lalu, pihak perwakilan Indonesia di Davao sempat menelepon salah satu warga negara yang satu tahanan dengannya di Detensi Imigrasi Davao City. “Tanggal 7 Agustus 2019 sore ada yang menghubungi salah satu tahanan dan meminta saya mengirimkan biodata termasuk foto. Katanya untuk penerbitan paspor,” jelas pria berambut merah asli Bilalang ini.

Lanjutnya, selain meminta biodata, si penelepon yang bernama Poopo ini, menghubunginya lagi untuk menanyakan kapan dia ditangkap, kasus apa, tertangkap di mana, apa muatan kapal, berapa orang, siapa kapten kapal, siapa pemilik kapal, serta tanggal dan hari mulai ditahan di Imigrasi. “Kalau saya diminta mengirimkan foto dan biodata lewat aplikasi WhatsApp. Sedangkan 5 WNI yang juga ditahan di sini, 5 bulan lalu pihak KJRI datang langsung mengambil biodata dan foto mereka. Namun sampai saat sekarang para WNI ini juga belum bebas,” tutur suami dari Novkelin Yuanita Suwasa ini.

Lebih lanjut, Arlan menurutkan kalau dia hanya dihubungi saat itu, dan sampai dengan saat ini tidak ada lagi perwakilan Pemerintah yang mendatanginya. Bahkan dia yang sering menghubungi orang KJRI Davao untuk menanyakan penahanannya di sana, namun tidak pernah direspon. “Sedangkan kami bertanya beras untuk dimasak, mereka tidak mau merespon, apalagi bertanya soal status penahanan,” jelasnya seraya berharap supaya cepat pulang bertemu dengan anak dan istri serta keluarga di Indonesia.

Untuk bertahan hidup sehari-hari, lanjut Arlan, biasanya dia dan WNI sesama tahanan sering minta belas kasihan kepada kepala Imigrasi Davoa City. “Menurut kepala Imigrasi ibu Sitti, tempat itu bukan penjara tetap. Tapi hanya sementara untuk pemeriksaan data. Maka dari itu, tidak tersedia biaya makan bagi para tahanan,” ujarnya.

Arlan menambahkan, biasanya kepala Imigrasi Davao tersebut memberikan uang pribadinya untuk membeli beras bagi tahanan WNI. “Hanya kami WNI yang mengemis  minta beras di sini. Kalau tahanan dari negara lain mereka beli makanan lewat aplikasi online,” tutur Arlan seraya menambahkan, seingat dia selama 6 bulan disana, pihak KJRI baru 5 kali datang mengantar beras kepada 5 WNI yang ditahan di tempat itu, namun jumlahnya tak seberapa.

Selain mengemis kepada pejabat imigrasi setempat, dia juga berharap kiriman uang dari orang tuanya di Indonesia untuk keperluan makan sehari-hari.

Perlu dikatahui, berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun, Arlan dan 2 rekannya ditangkap di General Santos (Gensan) pada 13 Februari 2019 lalu. Namun salah satu dari mereka, yakni MS alias Michael tidak ditahan karena yang bersangkutan adalah warga negara Filipina, sedangkan Arlan dan rekannya dipindahkan dari Gensan ke tahanan Detensi Imigrasi Davao City. (tr-02/dem)

Komentar Facebook

Pos terkait