Tingkat Konsumsi Daging Meningkat, Satwa Liar di Sulut Terancam Punah

Yaki hitam atau Macaca nigra, salah satu hewan yang terancam punah di Sulut.

Manado, DetikManado.com – Akibat konsumsi daging yang meningkat, sejumlah satwa liar dan dilindungi di Sulut terancam punah. Berbagai upaya dilakukan untuk melestarikan hewan langka tersebut.

Ketua Yayasan Kinatouan (Yakin) Pelestarian Alam Sulawesi (PAS) Yunita Siwi membeberkan Sustainable Development Goals (SDGs) dalam pilar pembangunan nomor 12 yaitu konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab.

Bacaan Lainnya

“Pilar pembangunan nomor 15 yaitu ekosistem daratan yakni hendak melindungi, merestorasi dan meningkatkan pemanfaatan berkelanjutan ekosistem daratan dengan mengelola hutan secara lestari, menghentikan penggurunan, memulihkan degradasi lahan serta menghentikan kehilangan keanekaragaman hayati,” papar Yunita Siwi, belum lama ini.

Yunita Siwi mengungkapkan, satwa-satwa liar yang dilindungi akibat perdagangan ilegal yaitu dengan ciri daging yang tebal. Hal ini sinkron dengan daya konsumtif masyarakat yang terlalu tinggi.

“Satwa-satwa liar yang ada dagingnya, yang besar-besar misalnya Anoa, Yaki, Kuskus, Musang, Maleo, Burung Hantu, Tarsius. Tikus juga (tikus memang belum masuk daftar dilindungi tapi sudah ada kekhawatiran),” ujarnya.

Dia mengungkapkan, di Indonesia terdapat 919 satwa liar dan tanaman dilindungi, Sulut memegang daftar paling banyak.

Namun maraknya perdagangan di sejumlah pasar lokal di Sulut semakin mengurangi populasi satwa liar yang terancam punah dan dilindungi.

Yunita Siwi mengatakan, pihaknya sudah meneliti sepuluh pasar di Sulut dari mulai pasar Langowan, Tomohon, Amurang, Airmadidi sampai Tompaso Baru dan pasar di Minahasa Selatan lainnya.

“Dan kami menemukan memang perdagangan satwa liar sangat tinggi,” ungkap dia.

Menurut pengamatannya sejauh ini Musang Sulawesi sudah terancam punah, terakhir 2013 terlihat melalui kamera trap dan Anoa yang punah lokal di Minahasa.

“Di taman nasional juga terakhir di lihat Musang, Anoa punah lokal di Minahasa,” ujarnya.

Berdasarkan penelitian masyarakat Minahasa 80 persen pemakan satwa liar.

“Pernah kami teliti 80 persen masyarakat Minahasa makan satwa liar. Semua satwa di kawasan lindung itu statusnya dilindungi,” ujarnya.

Dia menambahkan ada sejumlah kawasan lindung di Minahasa Selatan yang menjadi habitat satwa liar yang dilindungi. Daerah tersebut merupakan rumah bagi satwa yang terancam punah.

Komentar Facebook

Pos terkait