Rakyat jangan kita biarkan untuk terus-terusan dicekoki dengan isu dan praktek penyimpangan politik yang mereduksi nalar publik. Pembodohan-pembodohan dalam politik itu sering pula kita jumpai dalam pidato, ceramah, dan sambutan yang keluar dari podium atau mimbar rumah ibadah. Kadang para politisi membajak nama Tuhan dalam urusan pribadinya, demi meyakinkan konstituen.
Berbahayanya mimbar di rumah-rumah ibadah ‘disabotase’ dan ‘dimanipulasi’ menjadi panggung atau corong dalam mengkampanyekan kepentingan politik perseorangan serta kelompok. Pembelokan-pembelokan tersebut perlu diarahkan pada visi yang ideal, jangan mengajak publik untuk secara kolektif melanggengkan kekeliruan-kekeliruan itu.
Tetaplah kita berbaik sangka atas perbuatan-perbuatan baik yang dilakukan para politisi, walau yang mereka lakukan ini disaat momentum Pemilu 2019 tiba. Di Sulawesi Utara ini bukan menjadi hal baru, dimana para politisi berbondong-bondong mendekati rakyat, menyalurkan bantuan, menyapa rakyat, menyambangi rumah ibadah dengan kepentingan terselubung.
Bagi politisi yang memberikan perhatian dan bantuan kepada pembangunan rumah ibadah, atau ikut ambil andil memberi perbaikan fasilitas rumah ibadah tetaplah disambut baik. Prinsipnya yang dilakukan para politisi di rumah-rumah ibadah itu bukan ajang menunjukkan kesolehan sosial, lalu ‘memaksa’ rakyat memilih mereka.
Memilih atau tidak memilih politisi yang membantu di rumah ibadah bukanlah tuntutan moral, bukan sebagai kewajiban dan keharusan. Jikalau ada politisi yang memberi sesuatu kepada rakyat lalu menuntut imbalan, maka layak untuk ditinggalkan, sebab itulah model politisi yang tidak layak diteladani. Lebih baik, politisi perpegang teguh pada ungkapan bijak ‘tangan kanan memberi, tangan kiri tak perlu tahu’.
Politisi yang pamer dan mengkapitalisasi pemberiannya kepada rakyat, harusnya ditinggalkan. Itu sama artinya politisi tersebut menyandera kebebasan berdemokrasi rakyat, berarti juga politisi jenis ini tidak benar-benar tulus membantu rakyat atau membantu rumah ibadah. Mereka tidak ubahnya para ‘pelacur’ yang menukar kewibawaan dengan materi.
Sebagai pemilih dalam Pemilu, rakyat perlu memasang panduan dan punya standar dalam memilih wakilnya dan pemimpinnya. Jangan memilih para politisi yang ‘menggadaikan agama’ untuk ditukarkan dengan suara rakyat. Rakyat digiring pada pilihan yang dilematis, yaitu memilih politisi yang banyak menyumbang untuk rumah ibadah tertentu, membantu umat, namun rakyat tidak tahu darimana uang atau bantuan itu berasal.
Karena dari hal-hal itu praktek korupsi akan terjadi, dari cara-cara transaksional itulah akumulasi modal akan menjadi logika dalam berpolitik. Akhirnya, berapa banyak uang (materi) yang dikeluarkan politisi akan berbanding lurus dengan apa yang nantinya mereka dapatkan setelah mendapatkan kekuasaan yang dikerjar tersebut.
Pengalaman demokrasi kita sudah memberi banyak jawaban atas tingkah-laku para politisi yang selalu menuhankan uang. Mereka para politisi pragmatis melahirkan barisan perbudakan seperti kelompok-kelompok oportunis, yang modelnya ialah bekerja harus diberikan upah, menjadi ‘penjilat’. Atau mengedepankan uang dibanding nilai-nilai universal lainnya.
Jika banyak politisi di Sulawesi Utara khususnya, baik itu DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota membantu pembangunan rumah ibadah atau bahkan membangun rumah ibadah yang baru adalah perilaku mulia, perlu diapresiasi. Problemnya bila semua bantuan dan kepedulian itu dibarter dengan memilih mereka, atau menaruh semacam garansi rakyat wajib memilih mereka setelah bantuan diberikan.
Praktek pemaksaan kehendak seperti itu bukan lagi memberikan gambaran bahwa mereka adalah politisi yang baik. Tapi, politisi bermental buruk yang tidak wajib mendapat legitimasi dan mandat rakyat. Politisi harusnya berhati tulus, pikiran jernih dan niatnya baik dalam melayani rakyat, bukan menjadi ‘tukang todong’, tukang tagih janji. Kesesatan berfikir politisi yang mengikat rakyat dengan komitmen simbiosis mutualisme sempit juga merupakan panutan yang tidak baik.
Catatan : Bung Amas, Sekretaris DPD KNPI Manado
Manado, 1 Januari 2019