Sempat Damai di Sangadi, Polsek Passi Tahan Ali dan Anang

MANADO, DetikManado.com – Kepolisian Sektor Passi, Polres Kotamobagu, Polda Sulut beberapa waktu lalu melakukan penahanan dua tersangka penganiayaan MAAM (20) alias Ali dan AM (25) alias Adrian alias Anang, terhadap korban Eka Moedong, ketiganya warga Desa Bilalang III, Kecamatan Bilalang Kabupaten Bolaang Mongondow.

Informasi panahan tersebut muncul, Senin (31/12/2018) lalu, ketika salah seorang keluarga korban menulis status di medsos facebook disertai dengan foto tersangka yang sedang berada dalam ruang tahanan.

Dalam status tersebut, keluarga korban menulis mengecek anak mereka, apakah sudah akan dikirim ke kejaksaan atau belum, karena keluarga sudah berusaha untuk melakukan perdamaian namun korban tak bersedia.

Dituliskan pula pesan, “Na doman poguman ku aka oyuon mo pogaid mai ypoo dika monulik manik ogoi mako pogot bo uu, (jika ada yang akan menganiaya jangan memalas, lebih baik serahkan saja wajah dan kepala),” tulis Daif Mokoginta, orang tua salah satu tersangka, pesan ini mengesankan kekecewaan keluarga, karena pada kejadian tersebut, katanya kedua tersangka hanya membela diri dari hantaman sang korban.

Yang menarik dari postingan ini, terdapat foto surat perdamaian dari Pemerintah Desa Bilalang III, dalam surat yang dikeluarkan tanggal 23 Juni 2018 ini, terlihat para pelaku dan orang tua pelaku, serta kepala Desa dan Lembaga Adat Desa, sudah menandatangani surat perdamaian, namun pada bagian nama korban dan orang tua korban belum ditanda tangani.

Dari hasil penelusuran DetikManado.com, diperoleh informasi penganiayan tersebut terjadi pada Jumat 22 juni 2018 lalu, sekitar pukul jam 23.00 WITA di desa Bilalang III.

Awalnya Ali dan Anang, hendak membeli rokok di warung, kemudian Eka mencegat keduanya dan ditahan di setir motor, Ali dan Anang pun turun dari motor dan mendorong motor tersebut pulang ke rumah, disitulah korban Eka mengejar mereka berdua sambil bertanya kenapa lari.

Selain itu, korban Eka mengambil pot bunga yang terbuat dari beton, untuk mengejar kedua tersangka, disaat korban hendak menghantam keduanya dengan pot, disitulah tersangka Anang mendahului hantaman tersebut, kemudian terjadilah baku pukul diantara mereka bertiga.

Permasalahan ini langsung ditangani pemerintah Desa Bilalang III, keesokan harinya, 23 Juni 2018, pukul 07.30 WITA, para pelaku dan korban beserta orang tua, dikumpul oleh lembaga adat setambat bersama Kelapa Sangadi (kepala desa), pertemuan tersebut menghasilkan kesepakatan damai dari kedua pihak, dan orang tua pelaku membayar biaya pengobatan sebesar Rp. 50 ribu per orang.

Singkat kata, beberapa waktu berlalu, semua sudah menganggap kejadian tersebut telah selesai, tiba-tiba pada awal desember 2018, pihak Kepolisian menahan AM alias Adrian alias anang, kemudian beberapa hari kemudian MAAM alias Ali ikut ditahan.

“Ini surat kita ada lia so ada sangadi pe tanda tangan kong kiapa boleh maso sel? Kalau belum ada perdamaian setidaknya sangadi jangan ttd deng cap ini sama saja sudah ada perdamaian karena sangadi so ttd. Nion tangoinya mopololeke kon pomarentah (Ini namanya menghina pemerintah),” tulis Ismail W. Anda Mokoginta, salah seorang tokoh masyarakat Bilalang, pada komentar status tersebut.

Sementara itu, orang tua tersangka, yang berhasil dihubungi Tim DetikManado, mengaku kaget dengan penahanan tersebut, keluarga pun menyampaikan harapannya supaya pihak penyidik, menghadirkan pemerintah desa dan lembaga adat yang sudah melakukan perdamaian tersebut untuk melakukan klarifikasi atas hasil perdamaian yang sudah terjadi sebelumnya, karena sepengetahuan keluarga Polisi belum memanggil para pihak yang melakukan perdamaian ini untuk didengar keterangannya.

Sebab, walaupun surat perdamaian tersebut belum ditanda tangani korban, namun pada hari itu, semua pihak telah bersepakat untuk berdamai, dan korban maupun pelaku sudah mendapat pembinaan dari pemuka adat desa setempat.

Bahkan dari hasil kesepakatan damai ini, para pelaku telah menyerahkan uang untuk biaya pengobatan, dan pada hari itu korban dan orang tuanya dengan ikhlas menerima uang tersebut, ini merupakan bukti kalau kedua pihak sebenarnya telah berdamai, jelas keluarga korban kepada media ini.

Hal itu lah yang menjadi pertanyaan keluarga tersangka, korban yang sebelumnya menyatakan damai bahkan telah mengambil biaya pengobatan, namun kenapa keesokan harinya melanjutkan permasalahan tersebut kepada pihak Polisi padahal sudah berdamai.

Kepada tim kami, pihak leluarga mengaku menyerahkan permasalahan ini pada proses hukum yang ada, namun keluarga menyampaikan harapannya, kiranya penyidik dapat memeriksa beberapa saksi yang diajukan, karena sekitar lima saksi dari tersangka, baru satu yang diambil keterangannya.

“Walaupun permasalahan ini sudah dalam proses hukum, masih besar harapan keluarga agar permasalahaan ini tetap diselesaikan secara kekeluargaan sebagaimana yang sudah dilakukan oleh Sangadi dan Lembaga Adat di Desa kami,” jelas Daif, kepada tim kami melalui sambungan telepon messenger, Rabu (02/12/2019).

Perlu diketahui para tersangka ditahan atas laporan Polisi nomor : LP/44/VI/2018/SULUT/RES-BM/SEK-PASSI tanggal 24 Juni 2018, atau sehari setelah perdamaian di hadapan Sangadi dan Lembaga Adat.

Kedua tersangka diduga keras melakukan tindak pidana penganiayaan secara bersama-sama sebabagaimana dimaksud dalam pasal 170 ayat (1) KUHPindana.

Sampai dengan berita ini dibuat, Tim kami sedang mencoba menghubungi Polsek Passi untuk mendapatkan penjelasan terkait permasalahan ini.(Hs/Tim)

Komentar Facebook