Manado, DetikManado.com – Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang akan menggantikan UU Nomor 32 Tahun 2002 mendapat perhatian bukan hanya bagi kalangan jurnalis, tetapi organisasi masyarakat seperti Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Manado St Thomas Aquinas.
Dengan mengangkat tema RUU Penyiaran Mengancam Kebebasan Pers dan Demokrasi, PMKRI Manado mengundang Ahli Pers dari Dewan Pers, Yosep E Ikanubun sebagai pemantik diskusi, Kamis (23/5/2024) di Margasiswa PMKRI Cabang Manado.
“Sejumlah pasal dalam RUU Penyiaran 2024 versi 27 Maret 2024 menimbulkan kontroversi,” ujar Ikanubun.
Dia mencontohkan, pasal 8A ayat (1), menyebutkan 17 wewenang dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) pusat. Salah satu wewenang yang tercantum dalam huruf q adalah “menyelesaikan sengketa jurnalistik khusus di bidang penyiaran”.
“Wewenang KPI menyelesaikan sengketa jurnalistik dalam RUU Penyiaran bertentangan dengan fungsi Dewan Pers yang diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers,” ujarnya.
Dia mengatakan, pasal 15 ayat (2) huruf d UU Pers menyatakan, Dewan Pers salah satunya berfungsi “memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers”.
Selanjutnya pada pasal 50B ayat (2) huruf c, memuat aturan Standar Isi Siaran (SIS) melarang “penayangan eksklusif jurnalistik investigasi” dalam panduan kelayakan isi siaran dan konten siaran.
“Pelarangan ini mengancam kemerdekaan pers dan bertentangan dengan pasal 4 ayat 2 UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang mengatur pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran,” ujar Ikanubun yang pernah menjabat sebagai Ketua AJI Manado Periode 2012 -2015 dan 2015 – 2018 ini.
Pasal selanjutnya yang kontroversi adalah pasal 50B ayat (2) huruf k, memuat SIS yang melarang “penayangan isi siaran dan konten siaran yang mengandung berita bohong, fitnah, penghinaan, pencemaran nama baik, penodaan agama, kekerasan, dan radikalisme-terorisme”.
“Pasal ini subyektif dan multitafsir, terutama perihal penghinaan dan pencemaran nama baik. Pasal ini berpotensi menjadi alat membungkam dan mengkriminalisasi jurnalis dan pers,” tuturnya.
Di akhir diskusi para anggota PMKRI menyimpulkan bahwa penting bagi masyarakat agar tahu konsekuensi yang ditimbulkan jika ini disahkan menjadi Undang-Undang
“Bagi kami RUU Penyiaran ini berpotensi akan membungkam kemerdekaan pers, seperti misalnya dalam RUU Pasal 50B ayat 2 yang mencantumkan larangan konten berita yang ditayangkan melalui media penyiaran, antara lain penayangan eksklusif jurnalistik investigasi,” kata Ketua Presidium DPC PMKRI Cabang Manado, Agnes Laratmase.
Dia mengatakan, produk jurnalistik yang bertujuan untuk mengedukasi masyarakat dengan melihat kondisi suatu permasalahan dari sisi yang lebih dalam, tidak boleh lagi dilakukan hanya demi menjaga kepentingan politik atau kelompok. Ini sangat bertentangan dengan semangat dari peran pers yaitu memperjuangkan keadilan dan kebenaran serta kepentingan umum.
“Selain itu RUU ini juga bisa menjadi saluran pembungkaman ekspresi bagi masyarakat lewat konten platform digital yang akan diawasi. Tentu ini akan menjadi ancaman bagi masyarakat dan para konten kreator yang menyalurkan fakta di masyarakat ataupun keresahannya lewat media ini,” ujarnya. (ml)