Manado,DetikManado.com – Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas pelabuhan (KSOP) kelas II Bitung menggelar Rakor dan Sosialisasi Permen nomor 59 tahun 2021, tentang Peraturan Menteri Perhubungan soal Penyelenggaraan Usaha Jasa Terkait dengan Angkutan di Perairan,di Hotel Gran Puri Manado, Jumat (15/7/2022).
“Jadi dengan adanya UU ini membuat peraturan di kementerian perhubungan disatukan,”jelasnya.
Dia pun memberikan contoh soal aturan yang disatukan yakni soal ABK Kapal tentang kegiatan untuk PKLnya, yang dulunya terpisah sekarang disatukan kembali.
“Jadi kami akan membahasnya hari ini bersama dengan stakholder terkait yang berkaitan langsung dengan pelabuhan Bitung,” jelasnya.
Sebelumnya Kepala KSOP Bitung Stanislaus Wetik menyampaikan hal penting ke pemilik kapal, Perusahan Pelayaran dan Pengguna Jasa Pelabuhan di Kota Bitung.
“Kami juga berikan pemahaman tentang pentingnya tanggung jawab pemilik atau operator kapal, dalam pencegahan dan penanggulangan pencemaran dari pengoperasian kapal,” terangnya.
Selain itu, peserta juga diberikan pemahaman soal kewajiban dan manfaat dana jaminan ganti rugi pencemaran minyak.
“Ini terutama ketika kapal mengalami musibah yang beresiko dapat menimbulkan pencemaran pada lingkungan maritim,” katanya.
Hal tersebut dipaparkan dalam Rapat Koordinasi dan Sosialisasi Tentang Dana Jaminan Ganti Rugi Pencemaran Minyak dari Kapal, tahun 2022 yang diselenggarakan Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas II Bitung,pada 12 Juni 2022 lalu.
“Rakor dan sosialisasi tentang pencemaran minyak dari kapal, secara tidak langsung bantu kelestarian lingkungan khususnya lingkungan maritim,” tutur Stanislaus Wetik.
Dia menjelaskan, rakor dan sosialisasi ini juga dalam rangka meningkatkan kesadaran para pelaku Industri Pelayaran terhadap pencegahan pencemaran lingkungan maritim.
“Pemerintah Indonesia, telah mewajibkan adanya kepengurusan Sertifikat Dana Jaminan Ganti Rugi Pencemaran Minyak,” ucapnya.
Di mana sertifikat tersebut, digunakan sebagai jaminan dari konvensi yang biasa dikenal dengan International Convention on Civil Liability for Oil Pollution Damage 1969 dan International Convention on Civil Liability for Bunker Oil Pollution Damage 2001.
Mereka dilibatkan agar bisa mengingat kembali Paraturan Menteri Perhubungan Nomor 29 tahun 2014 agar tidak lupa mengurus terkait dengan sertifikat dana jaminan ganti rugi pencemaran minyak.
“Kami juga ingatkan kepada pengguna jasa, operator kapal dan lainnya untuk lebih waspada terhadap pencemaran dari kapal,” tambahnya.
Ia menjelaskan, saat terjadinya kecelakaan yang mengakibatkan pencemaran minyak dari muatan dan bunker, maka proses klaim dapat dibawa secara langsung kepada pihak asuransi atau badan penjamin lainnya sebagai penanggung resiko.
“Khususnya bagi kapal tanker dengan muatan lebih dari 2.000 ton dan kapal yang memiliki gross tonnage (GT) di atas 1.000 GT,” ungkapnya.
Mereka diharuskan memiliki asuransi guna menjamin tanggung jawab pemilik kapal atas terjadinya pencemaran akibat tumpahnya muatan minyak dan bahan bakar minyak dari kapal.
“Pemilik kapal yang mengangkut muatan minyak secara curah, mulai dari 150 ton sampai dengan di bawah 2.000 ton,” tuturnya.
Kemudian kapal dengan ukuran GGT100 sampai dibawah GT 1.000 dan kapal yang mengangkut muatan bahan cair beracun secara curah dengan muatan 150 ton atau lebih, wajib mengasuransikan tanggung jawabnya.
“Atau kerugian pihak ketiga yang disebabkan pencemaran oleh minyak, yang berasal dari kapalnya yang dibuktikan dengan polis asuransi tau jaminan lembaga keuangan lainnya,” tandas Wetik.(Mikhael Labaro)