Manado, DetikManado.com – Untuk menangkal peredaran informasi palsu atau hoaks, ada sejumlah cara yang dilakukan. Setelah sebelumnya dengan debunking, kini muncul metode baru yakni prebunking.
Prebunking merupakan tindakan proaktif melakukan pencegahan/antisipasi sebelum misinformasi dan disinformasi menyebar kepada publik.
Membongkar informasi yang salah (prebunking) secara preemptif dianggap sebagai langkah yang menjanjikan untuk membangun resistensi sikap terhadap informasi yang salah.
Prebunking adalah komponen kunci dari teori inokulasi yang sering dianggap sebagai nenek moyang teori persuasi. Karena debunking tidak menjangkau orang sebanyak misinformasi dan disinformasi seperti juga penyebarannya.
Sejumlah lembaga seperti Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), dan Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) kini gencar melakukan pelatihan prebunking.
Ada 3 jenis prebunking yakni berbasis data yaitu mengoreksi klaim atau narasi palsu tertentu. Kemudian berbasis logika yakni dengan menjelaskan taktik yang digunakan untuk memanipulasi. Ketiga adalah berbasis sumber, dengan menunjukkan sumber informasi yang buruk.
Dalam prebunking dikenal teori inokulasi. Analogi inokulasi didasarkan pada analogi biologis dari proses imunisasi. Ini dilakukan guna merespon situasi dengan tujuan akhir mempersuasi orang lain agar tidak ‘tergoda’ oleh pihak lain (McGuire, 1964).
Gagasan menginokulasi orang terhadap informasi palsu atau menyesatkan itu sederhana.
Jika Anda menunjukkan kepada orang-orang contoh informasi yang salah, mereka akan lebih siap untuk mengenalinya dan mempertanyakannya. Sama seperti vaksin yang melatih respons kekebalan Anda terhadap virus, mengetahui lebih banyak tentang informasi yang salah dapat membantu Anda mengabaikannya saat Anda melihatnya.
Inokulasi didasarkan pada gagasan, jika orang diperingatkan sebelum bahwa mereka mungkin mendapat informasi salah dan terpapar contoh yang lemah dan bagaimana mereka mungkin ‘disesatkan, maka mereka bisa lebih kebal terhadap hal yang salah tersebut.
Studi selama 60 tahun terakhir telah menunjukkan inokulasi efektif lintas budaya pada berbagai topik seperti lingkungan, kesehatan masyarakat, manajemen krisis, dan lainnya. Baru-baru ini akademisi memperlihatkan bagaimana pesan inokulasi dapat mengurangi pengaruh misinformasi dan propaganda ekstremis secara daring.
Kenapa kita perlu melakukan prebunking?
Membangun resistensi pre-emptive terhadap informasi yang salah. Orang jadi punya “benteng” dan “senjata” ketika menemukan misinformasi dan disinformasi.
Menginformasikan soal misinformasi, atau bagaimana misinformasi diproduksi dan disebarkan akan membantu mengenali dan menolaknya di masa depan. Caranya, dengan menerapkan metafora inokulasi.
Peneliti di Pusat Penelitian Komunikasi Perubahan Iklim, Monash University → prebunk yang ideal menggabungkan fakta dan logika sehingga orang dapat memahami fakta, tetapi juga menyadari adanya upaya untuk mendistorsi fakta.
Setelah mengetahui apa itu prebunking, setidaknya ada 10 tips untuk melakukan prebunking atau memproduksi konten prebunking.
- Cari tahu informasi yang dibutuhkan
Manfaatkan tools seperti Google Trends guna mencari tahu pertanyaan atau masalah yang sedang tren, hubungi tokoh komunitas, dan pikirkan tentang menciptakan ruang di mana orang dapat mengirimkan pertanyaan mereka.
Apa yang membingungkan orang? Narasi apa yang sudah ada sebelumnya yang mungkin dieksploitasi oleh aktor jahat? Apakah ada acara yang akan datang, termasuk pemilihan umum atau kampanye kesehatan, yang mungkin memerlukan lebih banyak informasi? Bagaimana Anda dapat membantu orang mengidentifikasi taktik dan narasi ini sehingga mereka cenderung tidak jatuh cinta pada mereka?
- Pilih contoh dengan hati-hati
Fokus pada klaim ketika kemungkinan ada kerentanan lagi, misal jelang Pemilu ada informasi yang diplesetkan tanggalnya.
Fokus pada strategi Anda guna membangun ketahanan lebih umum terhadap mis/disinformasi. Taktik mungkin menggunakan pakar ‘aspal’ atau bahasa/narasi yang menggugah emosi.
- Bungkus dalam kebenaran
Buka dengan fakta. Berikan peringatan. Tunjukkan kekeliruannya. Tutup dengan fakta. — berfungsi untuk prebunk dan debunks.
- Peringatkan warganet
Ingatkan bahwa ada pihak-pihak yang mencoba memanipulasi disertai alasannya. Cara ini bisa membuat orang waspada dan meningkatkan ketahanan mereka terhadap informasi yang salah.
Ini bisa jadi peringatan jika ada pihak yang bakal coba menyesatkan orang lain tentang konsensus ilmiah (perubahan iklim berbasis isu politik misalnya).
Berikan isyarat atau peringatan sebelum Anda membahas mitos karena pembaca bakal waspada secara kognitif saat membacanya.
- Tambahkan beberapa detail
Anda tidak ingin membebani warganet namun coba mengemas beberapa alasan mengapa ‘ada yang salah’ dengan sebuah informasi.
Persenjatai warganet dengan argumen tandingan yang dapat mereka gunakan guna menyanggah klaim yang mereka hadapi.
- Tambahkan taktik kepada warganet
Jika Anda mengoreksi klaim yang salah, ingatkan warganet bahwa taktik ini tidak eksklusif untuk contoh yang dihadirkan.
Gunakan klaim palsu sebagai contoh pengajaran untuk membantu pembaca Anda mengenali taktik atau strategi yang digunakan untuk manipulasi. Bisa jadi contoh dari sebuah isu yang kurang politis dengan pembaca Anda bisa sama efektifnya dengan alat pengajaran.
- Jelaskan bagaimana Anda mengetahui apa yang Anda ketahui
Upaya ini dapat membangun kepercayaan. Menjelaskan apa yang belum Anda ketahui membantu memperingatkan pembaca bahwa faktanya mungkin berubah seiring berkembangnya berbagai hal.
Fokus pada konsensus: ingatkan apa yang disepakati bersama dan mengapa→ contoh isu perubahan iklim atau pandemi COVID-19.
- Sederhana (KISS – Keept It Short and Simple)
Bagikan versi ide yang paling sederhana sehingga lebih mudah diingat dan dikenali setelahnya.
Infografis, terutama yang dibangun di atas ide yang sudah dibagikan secara luas, adalah cara yang bagus untuk melakukan prebunk.
Lima sanggahan yang masing-masing berisi ide lebih baik daripada satu sanggahan yang berisi lima ide tetapi membingungkan.
- Jadikan konten dapat dibagikan
Mereka yang menyebarkan informasi salah (mungkin) karena mencari jawaban dan mereka membagikan yang mereka dapatkan.
Agar prebunk melangkah lebih jauh, rancang agar mudah dibagikan. Pertimbangkan sasaran penyebaran Anda karena mayoritas warganet menggunakannya guna mengakses informasi. Pertimbangkan juga agar konten serupa bisa masuk ke grup WA.
- Temukan pembaca Anda dan bagikan di sana
Prebunk bisa berhasil jika diintegrasikan dalam ruang dan platform daring di mana warganet (follower Anda) banyak menghabiskan waktunya. Maksimalkan tools untuk memantau perbincangan di ruang digital.
Laju penyebaran hoaks di ruang-ruang digital sering kali jauh lebih cepat dari upaya pengecekan fakta. Maka metode prebunking hadir menawarkan solusi.
Jika debunking adalah tindakan reaktif cepat atau pengecekan fakta dan pengungkapan hasil cek fakta terhadap mis/disinformasi yang menyebar, maka prebunking adalah tindakan proaktif.
Prebunking adalah melakukan pencegahan/antisipasi sebelum mis/disinformasi menyebar. Ini juga merupakan upaya melambatkan misinformasi. Seperti dipembahasan sebelumnya terkait teori inokulasi.
Tindakan prebunking ini perlu dilakukan untuk membangun resistensi pre-emptive terhadap informasi yang salah. Orang jadi punya “benteng” dan “senjata” ketika menemukan mis/disinformasi.
Prebunking juga menginformasikan soal misinformasi, atau bagaimana misinformasi diproduksi dan disebarkan akan membantu mengenali dan menolaknya di masa depan. Caranya, dengan menerapkan metafora inokulasi. Sederhanyanya, prebunking itu ibarat menyuntikkan vaksin, membangun kekebalan terhadap paparan mis/disinformasi.
Dalam prebunking, ada upaya inokulasi psikologis. Hal ini untuk mengingatkan orang-orang bahwa mereka mungkin disesatkan oleh informasi yang salah, untuk mengaktifkan ‘sistem kekebalan’ psikologis.
Hal berikutnya adalah mencegah orang terjebak pada taktik yang dilakukan dalam penyebaran mis/disinformasi, diikuti dengan memaparkan counter/sanggahan yang kuat → untuk menghasilkan antibodi kognitif.
Setelah orang mendapatkan ‘kekebalan’, mereka dapat menyebarkannya kepada orang lain melalui interaksi offline dan online.
Apa saja yang bisa di-prebunking? Setidaknya ada 7 pilar konten prebunking yakni cari tahu informasi apa yang dibutuhkan orang, pilih contoh dengan hati-hati, kemas dengan menekankan pada fakta, peringatkan audiens bagaimana misinformasi menyebar, kemudian penjelasan mengapa suatu informasi itu tidak benar, dan jelaskan bagaimana cara mendapatkan fakta dan apa yang belum diketahui.
Hal yang tak kalah pentingnya adalah bagaimana mendistribusikannya, serta buatlah hasil prebunk “berdaya bagi” alias “shareable”.
Publikasi dan distribusi konten prebunking akan menjadi tantangan tersendiri. Bagaimana strategi publikasi dan distribusi yang paling efektif bisa menjangkau lebih banyak audiens?
Survei AMSI-UMN Mei-Juli 2022: ibu rumah tangga lebih banyak terekspos konten cek fakta dibanding dengan profesi dan kelompok responden lainnya.
Responden: 1.596 responden dari seluruh Indonesia dan 26 peserta focus group discussion (FGD) untuk mempertajam hasil survei.
Survei Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) bersama Universitas Multimedia Nusantara (UMN) pada 2022 ini bisa menjadi masukan penting terkait publikasi dan distribusi artikel terkait cek fakta.
Dari survei AMSI juga bisa dipertimbangkan publikasi/ distribusi konten prebunking dengan memaksimalkan pemanfaatan platform media sosial sesuai mayoritas audiens. (Mikael Labaro)