Tondano, DetikManado.com – Perhelatan politik Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) tahun 2020 sementara berlangsung, baik di tingkat propinsi maupun di tujuh kabupaten/kota yang ada di Sulut.
Dukungan banyak dilayangkan kelompok masyarakat kepada pasangan calon yang telah mendaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Propinsi Sulut pada 4-6 September 2020 lalu. Aura dukung-mendukung mulai sangat terasa, bukan hanya dunia nyata, euforia juga nyata di media sosial, baik itu Facebook, Instagram dan Twitter, Youtube dan lain-lain.
Apa yang ikut menjadi perhatian pun bukan hanya politisi atau tim sukses, tapi juga jurnalis. Keikutsertaan jurnalis dalam dukung mendukung, sangat kentara baik dalam pemberitaan maupun dalam perilaku di media sosial. Ini berdampak pada kepentingan publik, kepatuhan jurnalis pada kode etik dan tujuan profesinya, serta citra jurnalis Indonesia secara keseluruhan.
Melihat perkembangan ini, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Manado mengingatkan jurnalis dan media harus berusaha mendahulukan kepentingan publik dari yang lainnya. Pasal 1 Kode Etik Jurnalistik (KEJ) menyatakan, Wartawan Indonesia bersikap independen, harus dipertimbangkan.
Ketua AJI Manado, Lynvia YSL Gunde mengatakan, hendaknya jurnalis mempertimbangkan pentingnya menjaga independensi pemberitaan dan perilaku di media sosial.
“Apakah karya jurnalistik dan perilaku jurnalis di sosial media ini penting dan baik bagi publik atau hanya untuk kepentingan calon tertentu,” kata Yinthze sapaan akrabnya, Rabu (16/9/2020).
Kata Yinthze, jurnalis harus berusaha menjaga independensinya. Menurutnya, memberikan pendapat atau pernyataan di media sosial adalah bagian dari kebebasan berekspresi yang dilindungi konstitusi.
“Namun, untuk jurnalis, hendaklah pemanfaatan hak itu digunakan secara berhati-hati agar tidak mempengaruhi independensinya,” ungkap Yinthze.
AJI Manado memandang, ekspresi jurnalis di depan publik (termasuk media sosial) tentang calon tertentu akan membuat independensinya dipertanyakan dan itu bisa menyulitkan jurnalis dalam menjalankan profesinya.
“Sebagai implementasi dari prinsip independensi ini pula, maka jurnalis tidak boleh menjadi tim sukses partai atau calon, baik resmi atau tidak resmi. Sebab, menjadi tim sukses dipastikan akan membuatnya tidak bisa bersikap independen,” ungkap Yinthze.
Yintzhe menjelaskan, Undang-Undang (UU) Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers menyebut tiga fungsi utama media, dua di antaranya adalah memberikan pendidikan dan menjalankan fungsi kontrol sosial.
“Dalam momentum Pilkada saat ini, amanat itu sepatutnya ditunjukkan dengan membuat liputan yang memenuhi dua fungsi tersebut,” sebutnya.
Hal itu bisa dilakukan antara lain dengan membuat liputan yang fokus pada pengungkapan rekam jejak calon, konsistensi sikap calon terhadap isu-isu penting, dan kredibilitasnya saat menjalankan fungsi pelayanan publik.
Selain itu, AJI Manado juga meminta agar jurnalis yang memilih masuk dalam tim sukses resmi atau hanya masuk dalam tim media paslon, sebaiknya mengundurkan diri atau cuti sebagai jurnalis agar marwah jurnalis sesuai dengan UU Nomor 40 tahun 1999 tetap terjaga. (rf)