Perlu Strategi Jitu Agar Isu Iklim Tak Berpusat di Elit

Ika Idris, Chair MCCCRH Indonesia Node dalam learning session "Mengkampanyekan Isu Lingkungan di Tahun Politik" pada acara Green Press Community di Habitare Apt Hotel Rasuna, Jakarta, Rabu (8/11/2023).

Jakarta, DetikManado.com – Riset Monash Climate Change Communication Research Hub (MCCCRH) Indonesia Node, menemukan topik perubahan iklim masih terpusat pada pembahasan elitis. Sehingga, perlu sejumlah strategi untuk menjadikannya prioritas di tahun-tahun politik.

Ika Idris, Chair MCCCRH Indonesia Node mengatakan, pembahasan elit itu terlihat dari adanya policy agenda setting. Contohnya, pagelaran G20 yang disebut mengorkestrasi narasi hingga ke individu pejabat negara. Bahkan, hal itu terjadi hingga ke pejabat-pejabat di daerah yang tidak bersinggungan langsung dengan kegiatan tersebut.

Bacaan Lainnya

“Level orkestrasinya sudah sampai mengatur individu. Ini (G20) seolah-olah jadi sesuatu yang penting,” kata Ika dalam learning session “Mengkampanyekan Isu Lingkungan di Tahun Politik,” bagian dari acara Green Press Community yang berlangsung di Habitare Apt Hotel Rasuna, Jakarta, Rabu (8/11/2023).

Dominasi isu-isu elit itu dinilainya mampu menutupi topik-topik yang berkaitan langsung dengan kepentingan hidup masyarakat, seperti ketahanan pangan, pertanian di tengah perubahan iklim, air bersih, dan lain sebagainya.

Karenanya, Ika mendorong kampanye lingkungan di tahun politik untuk mengembangkan sejumlah strategi, seperti riset, pengembangan produk semacam buku panduan perubahan iklim, mengenali sasaran kampanye, menarik dan menekan target kampanye, hingga menginspirasi dan menjadi rujukan publik.

Langkah lain yang tak kalah penting, lanjutnya, adalah menggali psikologi penerima pesan.

“Kita harus identifikasi seberapa tahu politisi-politisi tentang isu perubahan iklim. Kemudian, lihat level dukungan mereka, tinggi atau rendah. Kita juga perlu tahu ketertarikan utama mereka,” ujar Ika.

Dia berharap, kolaborasi antara jurnalis dan peneliti semakin meningkat untuk mengkampanyekan isu perubahan iklim di tahun politik. Hal itu bisa dilakukan dengan bekerja sama dalam produksi dan publikasi riset menjadi berita yang dapat mengarus-utamakan agenda masyarakat.

“Idealnya, media massa menangkap agenda publik kemudian disampaikan ke penguasa,” kata Ika.

Riset MCCCRH Indonesia Node berlangsung pada Oktober 2019-Juli 2023. Mereka meneliti 157 akun Facebook politisi seperti menteri, gubernur dan wakil gubernur. Hasilnya, dari total tersebut, hanya 106 akun (67,5%) yang mengunggah konten berkaitan dengan perubahan iklim.

Secara rinci, unggahan terkait perubahan iklim dari kalangan ketua partai politik hanya 8% dibicarakan. Jauh lebih rendah dibanding unggahan dari kelompok menteri yang mencapai 80%.

Acara GPC, yang berlangsung hingga Kamis (9/11/2023), menghadirkan berbagai learning session, talk show, dan konferensi yang melibatkan ratusan peserta dari berbagai kalangan, termasuk pers, organisasi non-pemerintah, dan mahasiswa.

Pada hari terakhir, SIEJ, sebagai penyelenggara GPC, mengundang tiga Calon Presiden Republik Indonesia — Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Prabowo Subianto — untuk hadir menyampaikan rencana kerangka kebijakan terkait lingkungan hidup yang mereka siapkan jika terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia. (yos)

 


Pos terkait