“Ini surat kita ada lia so ada sangadi pe tanda tangan kong kiapa boleh maso sel? Kalau belum ada perdamaian setidaknya sangadi jangan ttd deng cap ini sama saja sudah ada perdamaian karena sangadi so ttd. Nion tangoinya mopololeke kon pomarentah (Ini namanya menghina pemerintah),” tulis Ismail W. Anda Mokoginta, salah seorang tokoh masyarakat Bilalang, pada komentar status tersebut.
Sementara itu, orang tua tersangka, yang berhasil dihubungi Tim DetikManado, mengaku kaget dengan penahanan tersebut, keluarga pun menyampaikan harapannya supaya pihak penyidik, menghadirkan pemerintah desa dan lembaga adat yang sudah melakukan perdamaian tersebut untuk melakukan klarifikasi atas hasil perdamaian yang sudah terjadi sebelumnya, karena sepengetahuan keluarga Polisi belum memanggil para pihak yang melakukan perdamaian ini untuk didengar keterangannya.
Sebab, walaupun surat perdamaian tersebut belum ditanda tangani korban, namun pada hari itu, semua pihak telah bersepakat untuk berdamai, dan korban maupun pelaku sudah mendapat pembinaan dari pemuka adat desa setempat.
Bahkan dari hasil kesepakatan damai ini, para pelaku telah menyerahkan uang untuk biaya pengobatan, dan pada hari itu korban dan orang tuanya dengan ikhlas menerima uang tersebut, ini merupakan bukti kalau kedua pihak sebenarnya telah berdamai, jelas keluarga korban kepada media ini.
Hal itu lah yang menjadi pertanyaan keluarga tersangka, korban yang sebelumnya menyatakan damai bahkan telah mengambil biaya pengobatan, namun kenapa keesokan harinya melanjutkan permasalahan tersebut kepada pihak Polisi padahal sudah berdamai.
Kepada tim kami, pihak leluarga mengaku menyerahkan permasalahan ini pada proses hukum yang ada, namun keluarga menyampaikan harapannya, kiranya penyidik dapat memeriksa beberapa saksi yang diajukan, karena sekitar lima saksi dari tersangka, baru satu yang diambil keterangannya.
“Walaupun permasalahan ini sudah dalam proses hukum, masih besar harapan keluarga agar permasalahaan ini tetap diselesaikan secara kekeluargaan sebagaimana yang sudah dilakukan oleh Sangadi dan Lembaga Adat di Desa kami,” jelas Daif, kepada tim kami melalui sambungan telepon messenger, Rabu (02/12/2019).
Perlu diketahui para tersangka ditahan atas laporan Polisi nomor : LP/44/VI/2018/SULUT/RES-BM/SEK-PASSI tanggal 24 Juni 2018, atau sehari setelah perdamaian di hadapan Sangadi dan Lembaga Adat.
Kedua tersangka diduga keras melakukan tindak pidana penganiayaan secara bersama-sama sebabagaimana dimaksud dalam pasal 170 ayat (1) KUHPindana.
Sampai dengan berita ini dibuat, Tim kami sedang mencoba menghubungi Polsek Passi untuk mendapatkan penjelasan terkait permasalahan ini.(Hs/Tim)