Manado, DetikManado.com – Ratusan masyarakat yang tergabung dalam Solidaritas Petani Penggarap Kalasey Dua (Solipetra) mengadakan aksi unjuk rasa di Balai Pertemuan Umum (BPU) Desa Kalasey Dua, Kecamatan Mandolang, Minahasa, Sulut, Rabu (5/10/2022).
Dalam rilis yang diterima DetikManado.com, aksi unjuk rasa ini dalam rangka menolak sosialisasi pembangunan Politeknik Pariwisata Sulawesi Utara, yang rencananya dibangun di lahan garapan petani Desa Kalasey Dua. Aksi ini dijaga ketat puluhan aparat keamanan gabungan yakni Sat Pol PP, Kepolisian, dan TNI.
Sementara sosialisasi yang dilakukan pihak Pemprov Sulut dan jajarannya di atas, Solipetra tetap menolak untuk mengikuti kegiatan tersebut. Bahkan sosialisasi itu hanya dihadiri oleh instansi pemerintah dan aparat desa di dalam BPU Desa Kalasey Dua. Hal ini, menurut para petani menunjukkan bahwa Pemprov Sulut bersikeras tanpa dasar untuk melakukan sosialisasi pembangunan Politeknik Pariwisata Sulut.
Koordinator Solipetra, Denni Mauri Tume mengatakan pihaknya menolak tawaran negosiasi yang dilakukan Pemprov Sulut. Masyarakat Kalasey Dua tidak tahu mengenai SK yang dikeluarkan Gubernur Sulut untuk Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenkraf).
Denni menjelaskan pihak petani Kalasey Dua tidak akan memberikan tanah sejengkal dan bersatu hati bahwa tanah yang telah didiami ini menjadi sepenuhnya milik petani Kalasey Dua.
“Ini tanah negara bukan hak pakai Pemprov Sulut. Pemerintah Desa Kalasey Dua harus periksa surat hak pakai tersebut yang dialamatkan untuk Desa Kalasey Satu bukan Kalasey Dua,” pungkasnya.
Ditambahkan Denni, sementara ini masih ada proses hukum yang dijalani yaitu tahap banding di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Makassar. Tahapan banding ini berkaitan dengan gugatan Solipetra terhadap Surat Keputusan (SK) Hibah Gubernur Sulut No. 368 Tahun 2021 kepada Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenkraf) beberapa waktu lalu.
Informasi yang dihimpun DetikManado.com, usai melakukan sosialisasi, pihak Pemprov Sulut dan jajarannya berfoto bersama tanpa kehadiran masyarakat petani Kalasey Dua. (Richard Fangohoi)