Persiapan Dapil Menjelang Pemilu 2024, Begini Kata Ferry Liando

Kegiatan Uji Publik penataan aerah pemilihan Pemilu 2024, di Hotel Arya Duta, Kamis (15/12/2022), Dosen Kepemiluan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisip) Unsrat, Ferry Liando menyampaikan sejumlah terkait persiapan Pemilu 2024, khususnya Dapil. (Foto: Dokumentasi pribadi)

FerManado, DetikManado.com – Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI telah mempersiapkan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, mulai dari program dan jadwal kegiatan tahapan penataan daerah pemilihan dan alokasi kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota.

Uji Publik KPU Provinsi oleh KPU Kabupaten/Kota terkait finalisasi dan penetapan rancangan penataan Daerah Pemilihan (Dapil) anggota DPRD Kabupaten/Kota berlangsung sejak 8 Desember 2022 – 18 Desember 2022. Hal ini dapat dilihat dari infopemilu.kpu.go.id.

Bacaan Lainnya

Terkait persiapan tersebut, Dosen Kepemiluan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisip) Unsrat, Ferry Liando mengatakan bahwa Dapil merupakan wilayah arena kompetisi calon legislatif yang akan diusung parpol. Dapil dibentuk agar terbangun hubungan emosional antara calon dengan pemilih.

“Di satu sisi, diharapkan pemilih mengenal secara dekat siapa calon, yang akan dipilihnya dan disisi lain pembuatan Dapil akan membentuk batas pertanggungjawaban politik anggota DPRD dengan konstituennya,” ujar Ferry di sela-sela kegiatan Uji Publik penataan aerah pemilihan Pemilu 2024, di Hotel Arya Duta, Kamis (15/12/2022).

Ferry menjelaskan KPU Kabupaten/kota membuat beberapa alternatif rancangan dapil untuk diusulkan ke KPU RI. Dapil dapat berubah apabila terjadi 3 hal yakni pertambahan jumlah penduduk, pemekaran wilayah atau pembagian kursi antar dapil, yang timpang atau tidak proporsional (underrepresentation dan overrepresentation).

“Perubahan Dapil bisa terjadi dalam hal bertambahnya jumlah kursi, perubahan jumlah Dapil atau perubahan perolehan kursi di dapil tertentu,” kata Ferry.

“KPUD harus adil dalam pembenahan Dapil. Untuk menjaga sikap itu maka sejumlah prinsip yang harus menjadi pegangan KPUD dalan penataan,” lanjutnya.

Dia menyebutkan UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menyebutkan batas maksimal dan minimal pembagian kursi pada masing-masing dapil yaitu 3 sampai dengan 12 kursi. Walaupun demikian KPUD perlu mengatur pembagian kursi secara proporsional.

“Misalkan jika terdapat Dapil memiliki 4 kursi, maka Dapil yang lain dapat saja dibatasi maksimal hanya 6 kursi. Artinya tidak boleh ada perbedaan kursi dengan jumlah dua kali lipat,” ucap Ferry.

Menurutnya ketimpangan pembangunan antara Indonesia bagian barat dan bagian timur disebabkan karena ketimpangan yang terlalu jauh jatah kursi DPR RI. Maka cara yang harus dilakukan KPUD adalah memecah Dapil, yang over representation menjadi Dapil baru agar diperoleh perwakilan yang proporsional dengan Dapil lain.

KPUD juga harus menata dapil agar terjadi kesamaan peluang antara parpol besar dan parpol kecil dalam berebut kursi. Dapil dengan jumlah pemilih terlalu sedikit maka akan mengecilkan peluang parpol kecil untuk mendapatkan kursi.

“Sebab sistem penghitungan kursi model sainte lague yang digunakan saat ini hanya terbuka peluang bagi parpol kecil di Dapil dengan jumlah pemilih besar,” jelas Ferry yang juga merupakan Dosen Ilmu Politik Fisip Unsrat ini.

KPUD juga harus memastikan masing-masing pemilih memiliki nilai suara yang setara. Ferry mengatakan jangan sampai nilai pemilih yang satu dengan pemilih yang lain berbeda. Misalnya harga kursi yang diperoleh masing-masing caleg memiliki perbedaan yang mencolok. Hal itu akan terjadi jika jumlah pemilih dalam satu Dapil berbeda jauh dengan jumlah pemilih di Dapil lain.

“Prinsip kesatuan wilayah merupakan hal yang tidak bisa dikesampingkan dalam rancangan. Kesatuan wilayah dapat diperhatikan melalui kondisi geografi ataupun faktor sejarah wilayah,” ujarnya.

Kondisi fisik wilayah yang terlalu luas dan memanjang apalagi dibatasi oleh laut, sungai atau gunung harus dihindari karena akan menyulitkan calon anggota DPRD dalam mengkonsolidasi dapil, saat kampanye ataupun ketika hendak menampung aspirasi masyarakat dan memperjuangkannya ketika terpilih menjadi anggota DPRD.

Faktor sejarah wilayah sangat penting untuk dijadikan dasar dalam pembentukan Dapil. Wilayah pemerintahan pada awalnya merupakan kelompok adat atau komunitas sosial. Oleh karena mengalami perkembangan penduduk, wilayah adat berkembang menjadi wilayah pemerintahan.

Mulai dari pemerintahan desa, kata Ferry sampai terbentuk menjadi wilayah kecamatan. Wilayah pemerintahan inilah yang digunakan menjadi Dapil. Ada satu wilayah pemerintahan sendiri bisa menjadi Dapil, ada penggabungan dua atau lebih wilayah atau satu wilayah pemerintahan dipecah menjadi dua karena faktor geografi atau karena kepadatan penduduk, yang menyebabkan melebihi kuota kursi maksimal.

“Kondisi ini menjadi tantangan bagi KPU jangan sampai wilayah-wilayah yang dipisah karena kebutuhan pendapilan menyebabkan keutuhan sosial, adat istiadat maupun sejarah wilayah terganggu karena dipecah-pecah atau digabung tapi penggabungan itu tidak mempertimbangkan latar belakang sejara, etnik ataupun adat istiadat,” tutup Ferry. (Mikhael Labaro/Richard Fangohoi)

Komentar Facebook

Pos terkait