Manado, DetikManado.com – Dampak kedaluwarsanya akreditasi sejumlah SMA dan SMK di Sulut kian nyata terasa. Penerimaan mahasiswa baru di Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) jalur Seleksi Nasional Berbasis Prestasi (SNBP) bakal didominasi siswa dari luar Sulut.
Hal ini terungkap saat sosialisasi Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Baru (SNPMB) yang digelar Unsrat, Senin (6/3/2023), dan dihadiri sejumlah Kepala SMA di Sulut.
“Ada 3 jalur dalam seleksi pemerimaan mahasiswa baru tahun ini. yaitu SNBP, Seleksi Nasional Berbasis Prestasi atau SNBT, dan Mandiri,” ungkap Wakil Rektor Bidang Akademik Unsrat Prof Dr Ir Grevo Gerung MSc saat kegiatan sosialisasi yang digelar di lantai IV Kantor Pusat Pusat Unsrat.
Grevo menjelaskan, tahun 2023 ini ada sekitar 5.200 kursi mahasiswa baru di Unsrat dengan pembangian untuk jalur SNPB diberikan kuota minimal 20 persen, jalur SNBT 40 persen, dan jalur Mandiri maksimal 30 persen.
“Nah jalur SNPB ini yang dinilai berdasarkan rata-rata nilai raport siswa untuk semua mata pelajaran, serta status akreditasi dari sekolah yang bersangkutan,” ujar Gerung.
Untuk sekolah dengan status akreditasi A diberikan kuota sebanyak 40 persen untuk mengikuti seleksi jalur SNPB, sedangkan sekolah yang akreditasinya telah kedaluwarsa hanya mendapat 5 persen.
“Dengan adanya puluhan sekolah di Sullut yang akreditasinya telah kedaluwarsa, maka peluang siswa lulusan sekolah itu untuk masuk melalui jalur SNBP akan semakin kecil,” papar Gerung.
Dia mengatakan, karena ketidakmampuan sekolah melakukan akreditasi maka peluang siswa untuk masuk melalui jalur SNBP itu kian kecil. Bahkan saat ini 80 persen yang mendaftar melalui jalut SNBP itu dari luar Sulut.
“Karena sejumlah sekolah potensial di Sulut tidak terakreditasi, ini memberi peluang lebih besar bagi siswa dari luar Sulut untuk masuk Unsrat,” papar Gerung.
Pada awal Februari 2023 lalu, Badan Akreditasi Nasional (BAN) Sekolah Madrasah (SM) Provinsi Sulut membeberkan, ada 86 SMA dan SMK di Sulut yang akreditasinya sudah kedaluwarsa.
Hal ini akan berdampak pada siswa lulusan sekolah tersebut yang terancam tidak bisa diterima di perguruan tinggi negeri. Polemik pun terjadi soal kewenangan dan tanggungjawab siapa hingga akreditasi dari puluhan sekolah di Sulut itu kedaluwarsa.
Dinas Pendidikan Daerah (Dikda) Sulut dinilai sebagai pihak yang paling bertanggungjawab atas kedaluwarsanya status akreditasi 86 sekolah itu. Karena fungsi pembinaan dan pengawasan pada sekolah ada di Dinas Dikda Sulut.
Lantas apa tanggapan Kepala Dinas Dikda Sulut Dr dr Grace L Punuh MKes? Ditemui di kantornya, Rabu (15/02/2023), Punuh yang didampingi Kabid Pembinaan SMK Vecky Pangkerego, Ketua MKKS SMA Sulut Anthon J Rosang, dan Ketua MKKS SMK Sulut Moodie Lumintang, memberikan penjelasan.
“Kami luruskan untuk akreditasi sekolah itu ditangani oleh BAN SM, dan data itu langsung ke mereka yang selama ini menangani,” ujar Punuh.
Punuh mengatakan, Dinas Pendidikan mengharapkan sebenarnya berkolaborasi dengan BAN SM agar data itu 6 bulan sebelum kedaluwarsa sudah ada pemberitahuan ke sekolah. Karena Dinas Dikda Sulut menangani 454 sekolah SMA dan SMK.
“Data sekolah yang terakreditasi, atau yang sudah lewat dan lain-lain, tidak ada satupun di kita (Dinas Dikda). Kepala sekolah yang mengetahui. Memang toh kalau ada kelalaian kepsek, karena itu hari Jumat, kita sudah rapat dengan sekolah yang terlambat. Sudah ada komitmen,” papar Punuh.
Menurutnya, yang diharapkan data akreditasi itu kalau boleh diambil alih oleh Dinas Dikda Sulut sehingga boleh memonitoring ke seluruh sekolah. Mana yang sudah lewat akreditasi, atau 6 bulan sebelum akreditasi sudah diketahui, sesuai aturan Permendikbud.
“Supaya tidak terjadi polemik yang mendiskreditkan Dinas Pendidikan. Kita satu bagian dari Pemprov Sulut, supaya tidak terjadi bola liar, agar supaya kita duduk bersama, siapa buat apa. Mari kita duduk bersama,” ujarnya.
Dia mengakui, dengan kondisi seperti ini maka anak-anak (siswa) yang dirugikan. Masyarakat juga dirugikan, sehingga harus diluruskan.
Ketika disampaikan bahwa Dinas Dikda Sulut punya Pengawas Bina Sekolah, juga Bidang Pembinaan SMA dan Bidang Pembinaan SMK yang bisa meminta data akreditasi itu ke sekolah, Punuh memberikan penjelasannya.
“Selama ini harus ada laporan seperti itu, ya mungkin kelalaian dari kepala sekolah. Dan kita sudah memberikan warning, kalau itu kelalaian kepala sekolah, ya tindaklanjuti. Karena yang paling mengetahui akreditasi itu sudah lewat, ya seorang kepala sekolah,” ujar Punuh.
Meski demikian, Punuh menyatakan, tidak ingin menyalahkan pihak manapun. Jika saja Dinas Dikda punya akses dan pegang data, namun tidak pernah ada.
“Kalau akses ada di kita, nda perlu kebobolan. Pasti kita akan turun seperti aplikasi dana BOS, Dapodik itu ada jelas. Tapi ini kita nda pernah akses,” ujarnya.
Polemik kedaluwarsanya akreditasi dari 86 SMA dan SMK di Sulut itu mendapat sorotan tajam anggota DPRD Provinsi Sulut Melky J Pangemanan (MJP).
Kepada sejumlah wartawan, MJP menyatakan Dinas Dikda Sulut harus bertanggungjawab. Profesionalitas Dinas Dikda Sulut juga dipertanyakan.
“Seharusnya Dinas Pendidikan aktif melakukan pendampingan ke sekolah-sekolah supaya hal tersebut tidak terjadi,” ujarnya. (Yoseph Ikanubun)