Manado, DetikManado.com – Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Wilayah Sulut menaruh perhatian serius pada kasus dugaan penyalahgunaan anggaran publikasi dan kemitraan media massa yang saat ini sedang ditangani Polda Sulut.
Kasus ini diduga melibatkan oknum di lingkup Dinas Komunikasi, Informatika, Persandian dan Statistik (Diskominfo) Provinsi Sulut terkait tata kelola anggaran kerja sama media.
Ketua AMSI Sulut Ady Putong menyatakan, pihaknya mendesak aparat penegak hukum untuk segera menuntaskan penyelidikan dan penyidikan kasus ini secara transparan dan profesional.
“Kami mendorong Polda Sulut untuk menyelesaikan kasus ini hingga tuntas sebagai bentuk kepastian hukum, serta bagian dari upaya bersama menciptakan ekosistem bisnis media yang sehat, adil dan transparan,” ujar Ady Putong didampingi Sekretaris AMSI Sulut Findamorina Muhtar pada, Senin (20/10/2025).
Dia mengatakan, dalam kajian AMSI Sulut, penyalahgunaan anggaran media sangat merusak prinsip tata kelola anggaran publik dan mencederai semangat kemitraan antara pemerintah dan perusahaan pers yang profesional. Jika terbukti, kasus ini menjadi preseden buruk bagi media-media di Sulut secara keseluruhan, sehingga harus segera dihentikan agar tidak terulang di masa mendatang.
Ady Putong memaparkan, dalam konteks pengelolaan anggaran media oleh instansi pemerintah, sudah seharusnya prinsip profesionalisme, akuntabilitas dan transparansi dijunjung tinggi.
“Kami mendesak Dinas Kominfo dan Pemerintah Provinsi Sulut agar tidak melindungi siapapun yang disinyalir terlibat. Justru harus bersikap terbuka dan mendukung proses hukum secara penuh,” ujarnya.
Dia menegaskan keberpihakan pada transparansi ini sangat penting guna memulihkan kepercayaan publik terhadap kemitraan antara media dan pemerintah.
“Sikap menutup-nutupi hanya akan memperburuk citra dan memperlebar ruang ketidakpercayaan,” tuturnya.
AMSI menyebut anggaran media merupakan dana publik yang penggunaannya harus tunduk pada prinsip pengelolaan keuangan negara sebagaimana diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, serta peraturan pelaksanaannya yang mewajibkan perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan anggaran dilakukan secara akuntabel.
Selain itu, jika anggaran ini dialokasikan untuk kerja sama dengan media, maka sudah seharusnya mengacu pada standar kemitraan yang adil, terbuka, dan berbasis pada kriteria media yang profesional, yakni media yang terverifikasi oleh Dewan Pers dan memenuhi ketentuan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers serta Peraturan Dewan Pers Nomor 03/Peraturan-DP/X/2019 tentang Standar Perusahaan Pers.
Ady menegaskan, kasus ini sekaligus menjadi autokritik bagi organisasi pers, termasuk AMSI, untuk lebih ketat dalam menjaga integritas anggota dan menjunjung model bisnis media yang sehat.
“Kami menyadari, kemitraan dengan pemerintah daerah harus dibangun atas dasar profesionalisme dan bukan kedekatan semata. Ini tantangan sekaligus refleksi bagi kami,” ujar dia.
Dia menambahkan, praktik transaksional dan manipulatif dalam kerja sama media tidak boleh ditoleransi karena akan berdampak buruk terhadap kualitas jurnalistik dan integritas industri media itu sendiri. Media harus tetap menjaga independensi, sekalipun berada dalam relasi kerja sama dengan instansi pemerintah maupun pihak manapun.
Findamorina Muhtar menekankan pemerintah daerah seharusnya menjadikan kasus ini sebagai pembelajaran berharga.
“Kami berharap Pemprov Sulut menjadikan ini momentum memperbaiki sistem kemitraan dengan media secara kelembagaan dan administratif, bukan berbasis hubungan personal,” ujarnya.
Findamorina mengatakan, pengelolaan kerja sama publikasi harus memiliki pedoman teknis dan mekanisme yang jelas serta dilakukan secara terbuka, dengan kriteria objektif, tidak diskriminatif, dan menghindari konflik kepentingan. Hal ini sejalan dengan prinsip good governance dan semangat reformasi birokrasi.
Terkait itu, AMSI Sulut mengingatkan kerja sama media dengan pemerintah bukan hanya soal distribusi anggaran, tetapi bagaimana pemerintah ikut berkontribusi dalam mendukung keberlanjutan media yang menyajikan informasi publik yang berkualitas dan berimbang.
“Kami tidak ingin ada lagi pengelola media atau pejabat publik yang terseret masalah hukum hanya karena sistem kemitraan yang tidak sehat dan tidak transparan,” ujarnya.
Lebih lanjut, AMSI menyatakan siap berkolaborasi dengan pemerintah provinsi dalam menyusun pedoman kemitraan media yang berbasis regulasi, profesionalisme, dan memperkuat ekosistem informasi yang sehat di Sulut.
AMSI Sulut juga membuka ruang diskusi dan advokasi kepada seluruh anggota untuk menjaga integritas usaha media.
“Kami akan memperkuat edukasi kepada anggota agar tetap mematuhi prinsip-prinsip jurnalisme profesional dan tata kelola bisnis media yang bersih,” ujarnya memungkasi. (yos)






