Anggota Bawaslu RI Bicara Soal Peran Media Massa dalam Pemilu

Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat dan Hubungan Masyarakat Bawaslu RI Lolly Suhenty SSosI MH saat membuka Rakor Bawaslu Sulut dan media massa, Minggu (19/2/2023), di The Sentra Hotel Minahasa Utara. (Foto: Yoseph Ikanubun/DetikManado.com)

Minahasa Utara, DetikManado.com – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Sulut menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) bersama pimpinan media massa di Sulut, Minggu (19/2/2023).

Kegiatan yang digelar di The Sentra Hotel Minahasa Utara ini dibuka oleh Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat dan Hubungan Masyarakat Bawaslu RI Lolly Suhenty SSosI MH.

“Menjelang Pemilu kita harus melakukan mitigasi resiko, supaya saat mencegah tepat sasarannya dan dalam upaya penguatan pencegahan, Bawaslu sangat berkepentingan untuk mengajak para media massa,” ujar Lolly Suhenty.

Dia mengatakan, bersama media bisa melakukan pengawasan yang terbaik sampai 2024 nanti dan pengawasan harus kuat serta penindakan juga harus kuat.

“Ini pertemuan pertama yang dilakukan Bawaslu dan sangat salut Bawaslu Sulut bisa melaksanakan kegiatan ini pertama kali di Indonesia,” ujarnya.

Dia mengatakan, kegiatan itu akan menjadi salah satu forum isu kedepan di mana Bawaslu sangat terbuka kepada publik khususnya pada media massa.

“Kalau punya gagasan bahkan kritik jangan sungkan sampaikan pada Bawaslu, dan dari gagasan ini kita akan mengalami percepatan yang luar biasa serta berharap akan melahirkan gagasan yang terbaik,” kata dia.

Ketua Bawaslu Sulut Dr Ardiles MR Mewoh MSi mengatakan, peran media sangat strategis dalam mendukung Bawaslu Sulut.

“Kami berharap media bisa mendukung tugas pengawasan menjelang Pemilu 2024 ini,” kata Mewoh.

Dalam Rakor itu, Bawaslu mengundang sejumlah narasumber dari kalangan jurnalis untuk memberikan beberapa pokok pikiran terkait peran media massa, khususnya menjelang Pemilu.

Rakor yang mengusung tema “Penguatan Kelembagaan Bawaslu Sulut kepada Media Massa Tahun 2023” itu diikuti oleh kurang lebih 120 jurnalis dari berbagai media massa baik online dan elektronik.

Para pemateri yang dihadirkan adalah Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Manado Fransiskus Talokon, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sulut Drs Voucke Lontaan, Koordinator Wilayah Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sulawesi Amanda Komaling serta Ronny Buol.

Dalam paparannya, Lontaan mengatakan, jurnalis harus tetap berpegang teguh pada Undang Undang (UU) Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Pers adalah fondasi Negara demokratis selain 3 pilat Negara yakni lembaga egislatif, yudikatif, dan eksekutif.

“Fungsi pers sudah jelas tertera pada Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, pada pasal 3. Kemudian kewajiban pers pada pasal 5 dan peranan Pers pada pasal 6,” ujar Lontaan.

Pemateri selanjutnya, Talokon menjabarkan terkait tiga poin penting Kode Etik Jurnalistik yang mengacu pada Undang Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Yang pertama independen atau tidak memihak, selanjutnya kebenaran dan fakta yaitu menjaga kepercayaan publik serta dan mengurangi dampak yang berakibat pada kondisi masyarakat.

“Dalam kaitannya dengan Pemilu, presentase kasus hoaks kerap naik, baik pemilihan presiden, pilkada atau pemilihan legislative,” ujarnya.

Talokon memaparkan, data Mafindo tahun 2019 terdapat 1.221 kasus hoaks, tahun 2020 sebanyak 2.298 (per bulan 191, per hari 6 sampai 7 kasus), tahun 2021 sebanyak 1.888 (per bulan 157, per hari 5 sampai 6 kasus.

“Sedangkan data Kominfo menyebutkan, rata-rata per bulan ada 258 hoax pada tahun 2019, naik saat momentum Pilpres,” sambungnya.

Talokon menekankan, perlunya instrumen-instrumen untuk bisa mencegah potensi penyebarluasan informasi palsu atau hoaks.

“AJI punya cara mencegah dan mengantisipasi beredarnya hoaks yakni melalui metode debunking dan prebunking,” ujar Talokon.

Ronny Buol mengungkapkan tantangan konkrit media massa saat ini adalah media sosial. Persoalan ini mengacu pada data Mafindo terhadap presentase pembaca media massa di platform media sosial.

“Data Mafindo sepanjang tahun 2017 sampai 2022 dari 287 juta penduduk di Indonesia, 77 Persennya merupakan pengguna media sosial,” ungkap Buol.

Buol mengatakan, pekerja pres harus mengubah paradigma baru. Ia pun memberikan tiga tawaran kepada Bawaslu untuk bagaimana memperkuat kelembagaan di tengah gempuran penyebaran informasi hoaks.

“Pertama kolaborasi Prebunking menjelang Pemilu 2024, kedua kolaborasi monitoring isu, Debunking dan desiminasi, dan ketiga edukasi membangun resilensi publik,” katanya.

Komaling yang tamoil di sesi terakhir menuturkan, untuk mengawal proses Pemilu di tahun 2024 jurnalis tetap mengedepankan Kode Etik Jurnalistik.

“Ini bukan cerita baru. Di saat menjelang Pemilu tumbuh subur media dan akan meraup keuntungan dari segi bisnis,” tutur Komaling.

Dia mengingatkan, etika jurnalistik itu harus didengungkan, untuk tetap menjaga jurnalisme tetap independen dan ikut membangun demokrasi. (Yoseph Ikanubun)

Komentar Facebook

Pos terkait