Terkait pernyataan Suluh ini, pengamat regulasi pemerintahan, Emmanuel Josafat Tular angkat bicara. Tular mengatakan, jika ditinjau dari etika administrasi pemerintahan, seharusnya Pemprov Sulut yang menangani mutasi memperoleh sanksi, karena jabatan seorang kepala sekolah dalam kurun 2 jam merupakan pelecehan secara administrasi yang berdampak psikologis bagi yang diberhentikan. “Ini pelecehan terhadap dunia pendidikan,” ungkap putra Bitung yang kini meniti karir di Jakarta ini.
Tular menjelaskan, persoalan ada pengaturan bahwa jika terdapat kekeliruan maka akan ditinjau kembali, mengandung makna bukan soal teknis pengetikan yang salah. Karena pengetikan yang salah dalam hal nama atau jabatan merupakan tanggungjawab etik dari pejabat yang membuat surat keputusan, bukan ditanggung oleh Kepala Sekolah yang tertulis dalam SK. “Makna kekeliruan lebih substansi apabila ada persyaratan yang tidak dapat dipenuhi oleh seseorang untuk diangkat menjadi Kepala Sekolah, jadi pemaknaan secara substansi bukan teknis pengetikan,” ujar alumnus Fisip Unsrat ini.
Sehingga, lanjutnya, dapat dikatakan bahwa ada ketidakprofesional yang ditunjukkan oleh Pemprov Sulut yang membidangi pendidikan menengah dan atau pejabat yang melakukan mutasi atau pemberhentian. “Terkesan subjektif, like and dislike,” ujar Tular saat menghubungi DetikManado.com, Sabtu (11/01/2020) sore. (joe)