Manado, DetikManado.com – Seisi gedung Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) Sion Winangun Manado hening sesaat. Ketika seorang anggota komunitas Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) memberikan kesaksiannya.
Peristiwa yang menyentuh ini terjadi di ujung acara diskusi dan bedah buku ‘Menafsir LGBT Dengan Alkitab’ yang digelar, Jumat (31/01/2020) sore, di GMIM Sion Winangun, Manado.
Kegiatan diskusi dan bedah buku ini menghadirkan Pdt Prof Emanuel Gerrit Singgih, Guru Besar di Fakultas Teologia, Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta, yang merupakan penulis buku ‘Menafsir LGBT Dengan Alkitab’. Sedangkan 3 penanggap yang dihadirkan adalah Pdt David Tular (GMIM), Rajawali Coco (komunitas LGBT) dan Gus Aan Anshori (Koordinator Jaringan Islam di Anti Diskriminasi).
Di awal pemaparannya, Prof Singgih mengungkapkan latar belakang menulis LGBT, dan menyentil di zaman orde baru tidak ada masalah dengan LGBT. Di zaman Soeharto justru tak ada namanya persekusi LGBT. “Malah aneh di zaman reformasi ada persekusi cukup banyak terjadi dan puncaknya pada tahun 2016,” ujarnya.
Selanjutnya, kata Prof Singgih, ada pernyataan pastoral PGI yang mengimbau untuk mengakhiri stigma terhadap LGBT adalah orang berdosa dan penyakit jiwa. “Mari terima mereka sebagai perbedaan orientasi seksual, tapi di luar itu semua setara. Saya prihatin dengan apa yang terjadi bahwa ini adalah HAM,” tandasnya.
Dia kemudian mengungkap sejumlah ayat Alkitab perjanjian lama dan baru yang menjadi senjata untuk menghakimi LGBT. “Termasuk kisah Sodom dan Gomora, padahal setelah saya pelajari kisah itu bukan menyudutkan kaum LGBT,” ujarnya.
Di sisi lain, dia juga membeberkan beberapa ayat dalam Alkitab yang dinilai memberi perhatian terhadap komunitas LGBT. Dalam buku itu, lanjutnya, ada 6 ayat Alkitab yang pro LGBT yakni Daniel 1:1-20, Pengkotbah 4:9-12, Matius 19;11-12, Kisah Para Rasul 8:26-40. Lalu ada juga Yesaya 56:1-8 dan 1 Samuel 18:1-4, serta 2 Samuel 1:26.
Penanggap pertama, Pdt Tular mengatakan manusia adalah citra Allah yang sempurna. LGBT adalah juga manusia. “Sebagai citra Allah yang sempurna maka harus dihargai dan dihormati. LGBT mereka adalah manusia sama dengan kita,” tegasnya.
Selanjutnya Coco banyak menceritakan pengalaman pribadinya bagaimana dikucilkan dari lingkungan keluarga, dan juga gereja. “Orang tua akhirnya bias menerima saya. Tapi gereja tidak, saya beberapa kali pindah gereja tapi tetap mendapat perlakuan diskriminatif,” ujarnya.
Terkait dengan buku tersebut, Coco mengatakan sangat senang karena ternyata masih banyak orang menerima LGBT. “Berada dengan kami sebagai kaum minoritas dalam orientasi seksual,” ujarnya.
Gus Aan Anshori sebagai penanggap terakhir menyampaikan tak hanya di Kristen LGBT dibully dan sebagainya, umat Islam juga melakukan itu. “Hadirnya buku ini memberikan pencerahan bahwa LGBT bagian dari umat manusia,” ujarnya.
Selanjutnya peserta diskusi diberi kesempatan untuk menanggapi. Beberapa yang ikut memberikan tanggapan antara lain Dr Ivan Kaunang, Pdt Dr Richard Siwu, Suleman Mapiase PhD, serta Tiara.
Seperti Coco, Tiara banyak memberikan kesaksian bagaimana dia ditolak oleh jemaat gereja tertentu. Padahal menurutnya, tidak adil mendapat perlakuan diskriminatif di saat dirinya dalam proses mencari Tuhan. “Saya sudah lima tahun tidak masuk gereja. Tolong terima kami, saat kami mencari Tuhan,” ungkap Tiara.
Pada bagian paling akhir, Pdt Ruth Ketsia Wangkai memberikan apresiasi kepada BPMJ GMIM Sion Winangun yang dipimpin Pdt Iwan Runtunuwu yang telah memfasilitasi diskusi tersebut. “Terima kasih BPMJ yang sudah menggelar kegiatan ini,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Pdt Ruth juga memperkenalkan peserta diskusi yang dating dari berbagai komunitas dan organisasi. Ada Pemuda Ansor, mahasiswa dan dosen IAIN Manado, berbagai komunitas LGBT, PMII Metro Manado, Pemuda GMIM, AJI Manado, PKBI Sulut, GCDS dan Gusdurian. (joe)