Bolmong, Keberadaan telaga di Desa Tuduaog Kecamatan Bilalang, Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara, menyimpan sejumlah cerita dan masalah.
Menurut tokoh masyarakat Desa Tudoag, Halaman Podu Mokodongan. Telaga tersebut dibuat oleh penduduk bersama Sangadi, sebutan untuk Kepala Desa, pada tahun 1968 silam.
“Telaga ini dibangun menggunakan dana Bantuan Desa (Bandes) sebesar 100 ribu. Pada waktu itu, semen dibeli dari Kotamobagu diangkut menggunakan roda yang ditarik oleh sapi, ada juga yang dipukul oleh warga berjalan kaki sekitar 20 kilo meter menanjaki bukit, karena letak Desa ini berada diketinggian,” jelas Mokodongan, Kamis (07/06/2019) sore.
Mokodongan yang pernah menjabat Sangadi Desa Tuduaog selama dua periode, yakni sejak tahun 1986 hingga 1994, menjelaskan pada masa kepemimpinannya telaga ini menjadi sumber kehidupan masyarakat.
“Pada masa pemerintahan kami, pernah dilakukan dua kali panen ikan yang dihadiri oleh Bupati Bolaang Mongondow saat itu, Drs H Syamsudin Paputungan dan Drs Muda Mokoginta,” jelasnya.
Lanjutnya, telaga ini pernah menelan korban pada tahun 1971. Saat itu, dua orang remaja kakak beradik, Ansuli dan Samin, menjadi korban tenggelam ketika mandi di telaga tersebut.
Tak hanya itu, pada tahun 1996 dua orang anak kakak beradik, yakni Leking dan Lekti, juga menjadi korban tenggelam saat sedang menangkap ikan.
“Saat itu mereka sedang menangkap ikan, kemudian bambu untuk pendorong rakit patah. Salah satu dari mereka terjatuh kemudian satunya lagi menolong. Tapi naasnya rakit yang mereka tumpangi sudah berjalan jauh dibawa arus, dan akhirnya mereka berdua tenggelam,” kisah Mokodongan.
Tete Erna panggilan Halaman Podu Mokodongan, berharap telaga ini mendapatkan perhatian dari pemerintah, karena seingatnya, pada masa Bupati Drs H Syamsudin Paputungan, Drs H Muda Mokoginta, Dra Marlina Moha Siahaan hingga Bupati Salihi Mokodongan, pemerintah Kabupaten selalu memberikan bibit ikan yang dilepas di telaga tersebut.
”Kalau bisa Pemerintah membuat jalan lingkar di telaga, supaya tempat ini bisa menjadi daerah wisata lokal seperti danau Tondok yang berada di Bolaang Mongondow Timur,” harapnya.
Selain itu, Mokodongan juga mengatakan, perlu dipikirkan masalah lahan warga yang menjadi bagian dari telaga, karena saat ini telaga tersebut tidak bisa dikeringkan.
“Saluran untuk mengeringkan telaga sudah ditutup mati saat proyek pekerjaan jalan beberapa tahun silam,” jelasnya.
Sementara itu, Pemerintah Desa melalui sekretaris Desa, Rusmin Mokodongan S.Sos, mengatakan pihaknya sudah dua tahun mengalokasikan dana desa untuk pembuatan talud di sekeliling telaga.
“Kami membangun talud secara bertahap, tidak bisa sekaligus karena dana desa hanya 18% yang dapa digunakan untuk pekerjaan tersebut, saat ini talud yang selesai dibuat sepanjang 90 meter,” jelas Rusmin.
Selain kendala pada anggaran, pemerintah desa juga memiliki kendala pada lahan, karena dari 13 hektar genangan air telaga, hanya 3 hektar milik desa, sedangkan sisanya adalah milik warga setempat, sehingga yang ditalud hanya yang masuk lahan milik desa.
“Kami ingin menjadikan tempat ini sebagai lokasi wisata lokal, dan pemerintah desa sudah mengajukan permohonan bantuan sepeda air kepada Pemkab Bolmong, kabar terakhir sudah disetujui akan mendapat 4 unit,” jelasnya.
Lanjutnya, yang menjadi alasan pemerintah desa menjadikan tempat ini sebagai lokasi wisata, karena untuk budi daya ikan tidak terlalu bagus, sebab air pada telaga tersebut tidak berjalan lancar, sehingga pertumbuhan bibit ikan juga melambat.
“Sudah ada beberapa warga desa tetangga yang datang kesini seketar swafoto dari tepi telaga yang kami beri nama Losari Tuduaog,” tutur Rusmin.
Rusmin juga mengatakan rencana pemerintah desa membuat kedai kopi di tempat ini, dimana pelayan kedai nantinya semua berambut merah, merupakan rambut asli sebagian penduduk desa.
“Karena pelayan berambut merah, Lanjut Rusmin, maka kedainya nanti akan diberi nama ‘Kopi Pulu’ atau Kopi Merah,” jelasnya.
Ditempat terpisah, Ajulun Mokodongan, warga setempat mengaku saat ini ikan di telaga tersebut tinggal sedikit, dan didominasi ikan mujair, sogili serta ikan gabus. Ada juga ikan mas tapi tidak banyak.
“Hasil tangkapan saya biasanya dijual di pasar, bahkan ada juga pembeli yang datang langsung ke rumah kami, namun saat ini ikan tinggal sedikit, jadi kami hanya mencari ikan untuk keperluan di rumah saja,” jelasnya.
Ajong sapaan akrab Ajulun, menceritakan pengalamannya selama mencari ikan di telaga yang mirip danau kecil ini, pernah menangkap ikan mas seberat 15 kg pada tahun 2013, selain itu dirinya juga pernah menangkap ikan sogili sebesar bambu petung.
Telaga mirip danau ini, memiliki dua pulau kecil berada di tengah telaga, pada tahun 1996 silam, salah satu sempat dibuat sebuah tempat santai dari kayu oleh peserta pertukaran pemuda Indonesia-Canada. (Deyidi Mokoginta/mongondow.com)