Oleh: Ridwan Oemar *)
Sebagai perempuan pertama yang menahkodai Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Minahasa, sosok Maria untuk anak-anak penerus ajaran Gusdur di Minahasa selalu melekat dengan semangat pergerakan, loyalitas serta totalitas dalam ber-PMII. Karakter itu tidak hanya ia tunjukan sebagai warga pergerakan Maria juga aktif terlibat di organisasi intra kampus dan primordial serta turut terlibat di berbagai gerakan guna memperjuangkan keadilan dan hak asasi manusia.
Selayaknya nama yang melekat pada dirinya Maria memiliki banyak arti, sapaan ini merupakan penulisan bahasa Latin dari Miriam yang aslinya dari bahasa Ibrani. Di Mesir, Miriam memiliki arti yang terkasih. Sementara itu, nama Maria dalam Bahasa Ibrani diambil dari akar kata Marar yang bermakna kuat meskipun begitu ada juga yang menganggap panggilan ini di ambil dari akar kata Mor yang berarti perubahan.
Benar saja berbekal nama yang sangat bagus itu semua makna dari Maria tercemin pada keseharian seorang Maria Wihelmina Sondakh yang selalu mengasihi sesama, dan menjadi perempuan kuat untuk selalu melakukan perubahan. Selain sebagai bagian dari warga pergerakan ia juga merupakan mahasiswa Ilmu Hukum di Universitas Negeri Manado karena latar belakang disiplin keilmuan dan pemahamannya seputar hukum, ia kerap menjadi pembicara di forum diskusi PMII Minahasa baik formal maupun nonformal.
Maria memulai sepak terjangnya di PMII Minahasa melalui gerbang kaderisasi formal pertama Masa Penerimaan Anggota Baru (MAPABA) pada September 2017 silam. Saat masih berstatus sebagai calon anggota, potensi dalam diri Maria sudah terlihat ditambah lagi ia baru saja melepas seragam putih abu-abu sehingga membuat sebagian orang yang sudah lebih dulu ber-PMII berpikir bahwa akan sangat jarang menemukan karakter sepertinya di usia sekarang terutama dalam lingkup Minahasa.
Meskipun demikian, Maria merupakan sosok anak polos saat itu, karena kepolosannya itu ia tergabung dalam bebagai macam organisasi dan komunitas untuk belajar guna menambah pengetahuan sebagaimana yang disampaikan oleh seniornya. Saat menjalani proses sebagai warga pergerakan, ia juga sudah melalui tempaan dan didikan kaderisasi gerakan ini. Sebagaimana para sesepuh selalu mengatakan bahwa ketika kita masuk dan berkecimpun di sini kita ibarat sebongkah besi tergantung bagaimana kita menempa besi itu menjadi apa, mau ditempa menjadi tombak, samurai, tameng kapak atau sebilah pisau dapur.
Berbekal tekad dan semangat serta komitmennya, Maria telah melalui jalan panjang, sebuah proses yang tidak semua orang mampu menjalaninya dengan baik bahkan harus menengok ke belakang untuk pulang. Sampai pada titik dimana perempuan berdarah Minahasa ini menjadi perempuan pertama yang memimpin warga pergerakan di Minahasa adalah buah daripada apa yang disebut sebagai proses bahwa tidak seinstan itu untuk seorang Maria sampai di titik ini.
*) Penulis merupakan kader PMII Cabang Minahasa