Presiden Joko Widodo datang ke kawasan ini pada Minggu 31 Maret 2019 lalu, saat itu Presiden Jokowi sapaan akrab Joko Widodo, usai melakukan kegiatan kenegaraannya, menyempatkan diri menikmati sajian kopi yang diracik langsung oleh Nani Sumot, salah satu barista ternama di kawasan tersebut.
Selain Jokowi, calon wakil presiden nomor urut 02, Sandiaga Uno, saat berkunjung ke Manado beberapa waktu lalu, juga datang menikmati kopi khas Jarod di warung warna warni.
Tak hanya itu, sejumlah tokoh nasional lain seperti Amien Rais, Wapres Jusuf Kalla, Wiranto, Yusril Ihza Mahendra, Hazim Muzadi, Yenny Wahid, Gita Wirkawan dan musisi Iwan Falas, pernah mampir ke tempat ini.
“Kopi yang kami sajikan kepada Pak Jokowi dan Sandiaga, sama dengan yang disajikan kepada pengunjung sehari-hari, hanya kadarnya berbeda, karena beberapa ada yang ingin racikan agak keras, ada juga lebih suka yang soft” jelas Yusrin Otoluwa atau lebih akrab dianggil Nani Sumot.
Soal sejarah, tidak ada referensi yang pasti kapan kawasan Jarod mulai beroperasi, namun dari berbagai catatan menyebutkan wilayah ini dulunya menjadi titik kumpul warga etnis Minahasa dari pegudungan datang menjual bahan hasil bumi di Wenang, sebutan Manado kala itu.
Para pedang tersebut, datang menggunakan alat transpotasi berupa gerobak yang ditarik oleh sapi atau kuda, orang Manado menyebut gerobak dengan sebutan Roda, dimana pada saat itu, lokasi Jarod saat ini merupakan stasiun Roda, tempat measyarakat menurunkan dagangannya, dan kemudian dijual di Pasar Minahasa, saat ini sudah menjadi kawasan pertokoan Pasat 45.
“Jarod sudah ada sejak dahulu, mungkin sejak jaman penjajahan. Saya menjadi pegadang rokok asongan di Jarod sejak 1978, kemudian pada tahun 2009, saya menyewa tempat dan membuka kedai kopi sendiri,” jelas Asna Adam, pemilik warung warna warni.
Lanjut Asna, karena menjadi titik pertemuan semua kalangan, sebagian pengunjung sering menyebut Jarod sebagai Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) tingkat III.
“Semua kalangan kalangan bertemu disini, issu tentang ekonomi, politik, hukum, sosial dan budaya dibahas disini. makanya sebagian orang menjuluki kawasan ini dengan sebutan DPRD tingkat III,” tutup Asna. (dm)