MANADO, DetikManado.com – Walapun sejumlah lokasi di Kota Manado membuka tempat kuliner Ramadhan, namun Kawasan kuliner Jalan Roda (Jarod), yang terletak di pusat Kota, selalu menjadi pilihan terbaik para penikmat kopi untuk berbuka puasa.
Di bulan Ramadhan 1440 H, beberapa kedai kopi dan makan di tempat ini nampak tutup, namun beberapa kedai lainnya yang selalu buku sejak pagi, salah satunya warung makan warna warni.
Menurut Ari Pomalingo, pelayan di warung warna warni, meski bulan puasa, warung tempat Ia bekerja tetap buka seperti hari-hari biasa, yakni dari pukul 06.00 hingga pukul 19.00 wita.
“Kalau siang kedai tidak seramai sebelum bulan puasa, karena pengunjung hanya saudara kita yang tidak berpuasa. Sore sekitar pukul 17.00 wita, baru mulai berdatangan pengunjung yang hendak berbuka puasa,” tutur Ari, Minggu (12/05/2019).
Pantauan DetikManado.com, Selasa (14/05/2019), beberapa kedai masih tutup saat bulan Ramadhan, numun kedai lain tetap beroperasi seperti hari-hari biasa sebelum Ramadhan.
Meski di tempat ini menyediakan menu-menu berbuka puasa seperti yang tersedia di cafe-cafe Ramadhan, namun sajian kopi khas Jarod dan bubur ayam masih menjadi menu pilihan utama berbuka puasa.
Adimas Saputra, warga Kecamatan Mapanget, mengatakan dirinya memilih datang buka puasa di Jarod, karena ingin menikmati sajian kopi yang khas di tempat ini, karena di cafe Ramadhan tidak ada kopi seperti di kawasan legendaris tersebut.
“Menikmati kopi susu, sambil makan bubur ayam yang dicampur lauk sate daging sapi, menjadi menu favorit saya setiap datang ke Jarod,” tutur Adimas.
Selain itu, Lanjut Adimas, salah satu alasannya berbuka puasa di tempat ini, karena di area tersebut terdapat mushola untuk shalat magrib berjamaah.
“Mau makan atau ngopi sudah tersedia komplit disini, setelah berbuka mau shalat magrib sudah ada mushola,” jelasnya.
Jarod yang berdiri diarea berukuran sekitar 100 meter ini, menjadi tempat dengan berbagai cerita dari masa ke masa. Karena kawasan ini menjadi pertemuan sejumlah kalangan, mulai dari masyarakat biasa hingga Presiden Republik Indonesia, pernah menikmati hidangan kopi disini.
Presiden Joko Widodo datang ke kawasan ini pada Minggu 31 Maret 2019 lalu, saat itu Presiden Jokowi sapaan akrab Joko Widodo, usai melakukan kegiatan kenegaraannya, menyempatkan diri menikmati sajian kopi yang diracik langsung oleh Nani Sumot, salah satu barista ternama di kawasan tersebut.
Selain Jokowi, calon wakil presiden nomor urut 02, Sandiaga Uno, saat berkunjung ke Manado beberapa waktu lalu, juga datang menikmati kopi khas Jarod di warung warna warni.
Tak hanya itu, sejumlah tokoh nasional lain seperti Amien Rais, Wapres Jusuf Kalla, Wiranto, Yusril Ihza Mahendra, Hazim Muzadi, Yenny Wahid, Gita Wirkawan dan musisi Iwan Falas, pernah mampir ke tempat ini.
“Kopi yang kami sajikan kepada Pak Jokowi dan Sandiaga, sama dengan yang disajikan kepada pengunjung sehari-hari, hanya kadarnya berbeda, karena beberapa ada yang ingin racikan agak keras, ada juga lebih suka yang soft” jelas Yusrin Otoluwa atau lebih akrab dianggil Nani Sumot.
Soal sejarah, tidak ada referensi yang pasti kapan kawasan Jarod mulai beroperasi, namun dari berbagai catatan menyebutkan wilayah ini dulunya menjadi titik kumpul warga etnis Minahasa dari pegudungan datang menjual bahan hasil bumi di Wenang, sebutan Manado kala itu.
Para pedang tersebut, datang menggunakan alat transpotasi berupa gerobak yang ditarik oleh sapi atau kuda, orang Manado menyebut gerobak dengan sebutan Roda, dimana pada saat itu, lokasi Jarod saat ini merupakan stasiun Roda, tempat measyarakat menurunkan dagangannya, dan kemudian dijual di Pasar Minahasa, saat ini sudah menjadi kawasan pertokoan Pasat 45.
“Jarod sudah ada sejak dahulu, mungkin sejak jaman penjajahan. Saya menjadi pegadang rokok asongan di Jarod sejak 1978, kemudian pada tahun 2009, saya menyewa tempat dan membuka kedai kopi sendiri,” jelas Asna Adam, pemilik warung warna warni.
Lanjut Asna, karena menjadi titik pertemuan semua kalangan, sebagian pengunjung sering menyebut Jarod sebagai Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) tingkat III.
“Semua kalangan kalangan bertemu disini, issu tentang ekonomi, politik, hukum, sosial dan budaya dibahas disini. makanya sebagian orang menjuluki kawasan ini dengan sebutan DPRD tingkat III,” tutup Asna. (dm)