Imbar mengatakan, satu contoh pendidikan sejarah melihat kemandirian sebagai pembentukan karakter dari tokoh-tokoh perjuangan seperti The Founding Fathers. “Sekalipun mereka dikucilkan dan dibuang pada masa penjajahan, seperti Ir Sukarno, Moh Hatta, Sam Ratulangi dan masih banyak lagi. Mereka berada pada masa-masa pembuangan, tetapi bisa menghasilkan produk-produk tulisan yang berisi pemikiran mereka kepada bangsa ini dan generasi sekarang,” jelasnya.
Imbar mengatakan, ketika pendidikan sejarah mengangkat kemandirian tokoh-tokoh perjuangan itu, pembelajaran sejarah akan membentuk karakter yang mandiri peserta didik, seperti kejujuran untuk membangun pendidikan Indonesia.
Imbar menilai, pembelajaran sejarah seakan kering tanpa makna.
“Dalam arti, kering itu peserta didik hanya mempelajari peristiwa demi peristiwa, lalu kehilangan makna dan peserta didik tidak mampu membangun makna,” katanya.
Namun, ia mengatakan, pendidikan sejarah dapat menjadi jembatan untuk masuk dalam pendidikan nasional. “Bagaimana pendidikan sejarah bisa membentuk karakter, yaitu nasionalisme yang mencintai tanah air, membangun kemandirian, kejujuran dan sebagainya,” pungkasnya.
Diskusi itu diakhiri dengan tanya jawab melalui via Zoom Meeting dan grup WhatsApp. Para peserta diskusi online terdiri dari dosen dan mahasiswa. (rf)