Peringatan Hari Pers Nasional 2021, PMKRI Tondano: Usut Tuntas Kekerasan Jurnalis

Bendera PMKRI Cabang Tondano Santo Paulus. (Foto: Ist)

Tondano, DetikManado.com – Hari Pers Nasional (HPN) tanggal 9 Februari 2021, diperingati sebagian besar kalangan wartawan maupun jurnalis di Indonesia. Walaupun di tengah pandemi, peringatan HPN tersebut diharapkan dapat menjadi momentum untuk meningkatkan kebebasan pers di Indonesia.

Peringatan HPN juga mendapat tanggapan dari organisasi mahasiswa yakni Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Tondano Santo Paulus.

Bacaan Lainnya

Ketua Badan Semi Otonom (BSO) Riset, Informasi dan Pers PMKRI Tondano, Joni Way menjelaskan kebebasan pers akan memunculkan pemerintahan yang cerdas, bijaksana dan bersih.

Baginya, melalui kebebasan pers masyarakat akan dapat mengetahui berbagai peristiwa, termasuk kinerja pemerintah, sehingga muncul mekanisme check and balance, kontrol terhadap kekuasaan dan masyarakat sendiri.

“Karena itu, media dapat dijuluki sebagai pilar ke empat demokrasi, melengkapi eksekutif, legislatif, dan yudikatif,” kata Way yang juga merupakan mahasiswa di jurusan Pendidikan, Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) FIS Unima ini.

Media massa dimungkinkan untuk menyampaikan beragam informasi, sehingga memperkuat dan mendukung warga negara untuk berperan di dalam demokrasi.

Akan tetapi, mahasiswa asal Kabupaten Sorong, Papua ini menyatakan, kebebasan pers masih terganjal. Salah satunya terlihat dari kasus pembunuhan wartawan di Indonesia, akibat pemberitaan yang dianggap merugikan pihak tertentu atau bahkan tewas saat menjalankan tugasnya di medan konflik.

Dari sekian banyak kasus pembunuhan terhadap wartawan, setidaknya ada 10 kasus terhadap wartawan diantaranya Alfrets Mirulewan dari Tabloid Pelangi, tewas pada 18 Desember 2010, di Pulau Kisar, Maluku Barat Daya, Ridwan Salamun dari Sun TV, tewas pada 20 Agustus 2010, di Tual, Maluku Tenggara, Ardiansyah Matra’is dari Merauke TV, ditemukan tewas pada 29 Juli 2010, di Merauke, Papua.

Selain itu, Muhammad Syaifullah dari Kompas, ditemukan tewas pada 26 Juli 2010, di Balikpapan, Anak Agung Prabangsa dari Radar Bali, ditemukan tewas pada 16 Februari 2009, di Padang Bai, Bali, Herliyanto dari wartawan freelance, tewas pada 29 April 2006, Probolinggo, Jawa Timur, Elyudin Telaumbanua dari Berita Sore, hilang sejak 24 Agustus 2005, di Nias, Sumatera Utara.

Ada juga Ersa Siregar dari RCTI yang tewas tertembak pada 29 Desember 2003, di propinsi Aceh, Agus Mulyawan dari Asia Press, tewas pada 25 September 1999, di Los Palos, Timor Timur dan Fuad Muhammad Syarifuddin atau Udin dari Bernas Yogya, dibunuh pada 16 Agustus 1996 di Bantul, Yogyakarta.

Way pun mendesak aparat kepolisian menangkap pelaku pembunuhan terhadap wartawan.

“Mengusut tuntas kasus-kasus kekerasan jurnalis hingga diadili di pengadilan, sehingga kasus serupa tidak terulang kembali,” ungkapnya.

Ia juga meminta para pemimpin media massa untuk ikut melaporkan kasus kekerasan yang dialami jurnalisnya ke pihak kepolisian. (***)


Pos terkait